Jumat, 17 April 2009

Petani Karet Diimbau Jalin Kemitraan dengan Gapkindo

Agribisnis 01-04-2009
*herman saleh
MedanBisnis – Medan
Peran pedagang perantara (pengumpul) dalam distribusi penjulan bahan olah karet (bokar) dari petani ke pabrik dinilai sebagai pemicu rendahnya harga bokar di tingkat petani. Untuk memangkas jalur tersebut, Gabungan Pengusaha Karet Indonesia (Gapkindo) Sumut mengimbau kelompok petani maupun yang tergabung dalam koperasi menjadi mitra.


“Wadah-wadah ini kami himbau untuk menjadi anggota Gapkindo, sehingga petani bisa melakukan penjualan langsung ke pabrik dengan harga yang lebih tinggi,” kata Ketua Gapkindo Sumut, kepada MedanBisnis, Fauzi Hasballah, Selasa (31/3) di Medan.
Dikatakannya, yang sudah berjalan dengan baik sekarang ini adalah kelompok tani karet Andalan Simalungun, PT Bridgestone Indonesia, yang merupakan anggota Gapkindo. Namun demikian, katanya, keanggotaan ini masih minim, mengingat sulitnya menjalin kemitraan dengan petani.


Dicontohkannya, pabrik menetapkan harga bokar sebesar 80-85% dari harga FOB. Dengan demikian, lanjutnya, jika harga US$ 1,35 per kilogram atau setara Rp 11.750 per kg, maka harga karet kering sebesar Rp 13.480, dan seharga Rp 6.740 per kg untuk karet basah. “Sayangnya, petani sudah sangat tergantung dengan pedagang perantara,” ungkapnya mengenai kendala yang dihadapi.


Sebelumnya, Kepala Seksi Ekspor Hasil Pertanian dan Pertambangan Subdinas Perdagangan Luar Negeri (PLN) Dinas Perindustrian dan Perdagangan Sumut (Disperindagsu) Fitra Kurnia, tidak menampik adanya peran pihak ketiga dalam distribusi karet. “Pedagang pengumpul ini lah yang menetapkan harga di tingkat petani, sehingga perbedaan harga itu terus terjadi,” katanya.

Tidak ada komentar: