Kamis, 26 Februari 2009

Ekspor Karet Indonesia Turun

JAKARTA: Pengurangan volume ekspor karet telah melebihi angka yang ditetapkan oleh International Tripartite Rubber Council (ITRC), sehingga kinerja ekspor tidak berjalan optimal.
Direktur Ekspor Komoditas Hasil Pertanian dan Kehutanan Ditjen Perdagangan Luar Negeri Departemen Perdagangan Yamanah A.C mengatakan efektivitas pelaksanaan pengurangan volume ekspor karet (Agree Export Tonage Scheme/AETS) belum optimal.
"Masih nunggu SK Menteri Perdagangan tentang pengurangan volume ekspor karet tahun ini. Jadi, belum melibatkan Bea dan Cukai," ujarnya kemarin.
Peraturan itu akan mengatur mekanisme pengurangan volume ekspor karet tahun ini menyusul pengurangan oleh International Tripartite Rubber Council (ITRC) selama tahun ini sebesar 915.000 ton.
Total pengurangan sebesar 915.000 ton terdiri dari 700.000 ton melalui skema kesepakatan ketiga negara (AETS), sedangkan 215.000 ton dampak dari peremajaan pohon karet dengan penebangan karet yang dinilai telah tua dan tidak produktif lagi.
Indonesia mendapatkan alokasi pengurangan volume ekspor sebanyak 116.000 ton pada kuartal I/2009.
Pada kuartal I/2009, Indonesia memangkas volume ekspor sebanyak 116.000 ton. Pada Januari dipangkas sebanyak 45% atau sebesar 52.200 ton, selama Februari 35% atau sebesar 40.600 ton dan selama Maret 25% atau sebanyak 29.000 ton.
Volume ekspor karet Thailand, Indonesia dan Malaysia (juta ton)
2007 2008 2009*
Ketiga negara 5,5 5,7 4,8
Indonesia 2,7 2,8 2,64
Sumber: Berbagai sumber, diolah
Ket: * prediksi

Gabungan Pengusaha Karet Indonesia (Gapkindo) yang ditunjuk sebagai National Tripartite Rubber Council (NTRC) oleh pemerintah bertugas untuk mengatur alokasi volume ekspor anggotanya.

Gapkindo memberikan alokasi ekspor kepada setiap perusahaan atau eksportir berdasarkan realisasi ekspor selama 2008. Pengurangan ekspor dilakukan setiap bulan dan jika realisasi ekspor suatu perusahaan dalam sebulan lebih rendah, mekanismenya diatur Depdag.
"Bukan kuota, melainkan alokasi ekspor. Misalkan realisasi suatu perusahaan lebih rendah dari jatah yang diberikan, maka ada mekanismenya. Saya tidak dapat menyebutkan mekanisme itu," ujar Direktur Eksekutif Gapkindo Suharto Honggokusumo kepada Bisnis, kemarin.

Dia mengatakan selama Januari 2009, Indonesia telah mengurangi volume ekspor karet lebih dari 52.200 ton.

Menurut Suharto, rendahnya realisasi volume ekspor akan mendongkrak harga karet di pasar internasional. "Kalau yang realisasinya rendah ya bagus untuk mendongkrak harga." (19/Maria Y. Benyamin)
Sumber : Bisnis Indonesia http://www.bisnis.com
Tanggal 26 Februari 2009

Harga Karet hanya Rp 4 Ribu/Kg

Kamis, 26/02/2009; 15:24 WIB
KOTAJAMBI-Petani karet di Jambi mengeluhkan harga karet yang turun hingga Rp 4 ribu/Kg. Padahal, sebelumnya harga jual karet mencapai Rp 6 ribu/kg. “Harga ini merupakan yang terendah dalam kurun waktu satu minggu ini,” ujar Talib, salah seorang warga Desa Tanjung Agung Kec. Muko-Muko Bathin VII Kabupaten Bungo.

Keluhan serupa juga datang dari Anwar, petani karet asal Desa Simpang Terusan Kec. Muarabulian. Menurut dia, harga jual karet di desanya kini hanya Rp 4.000 sampai dengan Rp 4.200/Kg untuk getah kering. Sedangkan untuk getah basah hanya Rp. 3.500/Kg sampai Rp. 3.700/Kg

Kepala Dinas Perkebunan Provinsi Jambi, Ir Tagor Mulia Nasution saat dikonfirmasi membenarkan jika harga jual karet saat ini hanya Rp 4000/Kg. “Penurunan harga ini dipengaruhi krisis global yang sedang kita hadapi,” jelasnya. Ia juga menyarankan agar petani karet, hanya menjual karetnya ke poll lelang sehingga harganya bisa lebih tinggi. (infojambi.com/WAN

Sabtu, 14 Februari 2009

KARET KOTOR MERUGIKAN PETANI

Karet atau bahan olah karet (bokar) yang kotor umumnya terjadi di daerah yang ekspornya dalam bentuk karet remah (crumb rubber), sedangkan ekspornya berupa RSS, petani membuat getah tipis yang bersih. Indsutri crumb rubber pada intinya adalah membersihkan, mengeringkan dan mempadukan karet beberbentu bal, sehingga memungkinkan petani membuat bokar yang kotor.

Semakin kotor bokar yang diolah, semakin tinggi biaya pengolahan, harga jual crumb rubber tidak bisa dipaksakan tinggi, karena persaingan yang sangat ketat di pasar internasional, pasar internasionalpun tidak begitu transparan, dan dikendalikan beberapa perusahaan ban global, sehingga biaya pengolahan yang tinggi akan menekan harga beli bokar, yang selanjutnya akan menekan pula harga pada tingkat petani.

Bokar pada prisnsipnya terdiri dari tiga komponen utama yakni karet, air dan material lain. Bokar yang mengandung meterial lain itulah yang dikatakan karet kotor, kalau kadar air yang tinggi dikatakan karet basah, karet semat itu disebut karet kering atau kadar karet kering(kkk).

Karet yang kotor, kotoran yang ada dalam karet tersebut dibiayai ongkos angkut dan bongkar muat semenjak dari petani sampai pabrik pengolahan, biaya-biaya tersebut dibebankan pada petani dalam bentuk harga yang lebih rendah.

Air yang dalam massa karet yang lateksnya dibekukan dengan asam semut akan mudah dikeluarkan dengan dibiarkan saja atau ditekan dengan alat atau menumpunya. Karet dengan sendirinya sampai pada kadar air tertentu, jadi kalau karet yang basah, biaya transportasi dan bongkar muat air dalam karet tersebut dibiaya oleh petani, dengan harga karet basah lebih murah dibanding dengan karet yang lebih kering.

Industri crumb rubber tidak menghendaki bokar yang sangat kering, tetapi suka yang masih lembab, seperti jenis slab atau cup lump, dengan ketebalan dibawah lima senti meter, karena mudah memotong atau menghancurkan dalam bentuk bagian bagian kecil, sehingga tidak membutuhkan energi yang tinggi, asal bersih, biaya pengolahannya paling tinggi.

Lateks yang keluar dari garis sadap bersih seperti susu, itulah yang ditampung dalam cawan penampung, dan seterusnya ada yang dimasukan dalam bak pembeku dengan menambahkan asam semut (asam formiat/cuka karet). Jadi tanpa campur tangan petani, tidak ada kotoran yang masuk kedalam bongkahan karet tersebut.

Dengan menambah pekerjaan petani memasukan sampah kedalam bak pembeku, yang akhirnya akan menyebabkan harga jualnya menajdi tertekan. Jadi kalau demikian apakah perlu teknologi agar petani menghasilkan karet yang bersih, ya tidak perlu asal tidak mencampur, dan membekukan pada bak pembeku (dari kayu), selesai. Tetapi kalau mau lebih bersih dapat lateks diencerkan lebih dulu dengan air bersih dan disaring seperti membuat slab tipis untuk membuat RSS.

Dari aspek teknologi, petani tahu dan mapu melaksanakannya, secara ekonomi mudah menerangannya, namun sebagian petani masih senang melakukannya, kendati sudah banyak perubahan, malah ada stigma yang menyesatkan dikalangan petani lebih untung membuat karet kotor, atau membuat karet bersih tidak memberi nilai tambah malah merugikan. Aneh, tapi nyata, artinya ada masalah ditata niaga yang berlaku secara umum. Menerangkannya akan dibaca pada tulisan saya berukutnya.
(Dasril Daniel, Jambi, 14/02/01)

Kamis, 12 Februari 2009

Perbedaan dan Perubahan Harga Karet

Bila diperhatikan harga bahan olah keret (bokar), antara pembelian pabrik crumb rubber dengan harga jual petani sangat besar, kadang kala harga jual petani hanya 30 persen dari harga pembelian pabrik, bagi orang yang tidak mengerti bagai mana kedaan karet akan terkejut, seolah-olah pedagang mengambil untuk yang luar bisa besar, sebenarnya tidak juga demikian.

Harga pembelian pabrik biasanya dihitung atau disebutkan (patokan) dengan harga 100 persen KKK (kadar karet kering), diperhitungkan komponen karet seluruhnya, tidak ada air dan kotoran, bila bokar tersebut kadar airnya 25 persen kadar kotorannya 10 persen, maka harga riil karet tersebut 65 persen dari harga patokan tersebut, dengan asumsi kalau karet itu dibekukan dengan asam semut, tidak tercampur pasir halus, kalau karet itu dibekukan tidak dengan asam semut (cuka getah) dan tercampur pasir halus, harganya akan lebih rendah lagi.

Harga jual petani, biasanya tidak merujuk pada 100 persen KKK, dan kadar air di petani bisa sangat tinggi sampai lebih 40 persen. Jadi pedagang pengumpul di desa memperhitungkan itu.

Pada kondisi transportasi lancar, wajarnya dari petani dijual kepada pedagang pengumpul, dan pedagang pengumpul langsung mejual kepada pabrik crumb rubber. Maka pedagang akan memperhitungkan dalam ongkos, adalah ongkos transpor, bongkar muat, segala pungutan baik yang resmi, maupun yang tidak resmi, penyusutan (karena dalam penumpukan dan pengangkutan kadar air berkurang, ditambah margin keuntungan.

Pabrik crumb rubber, mengambil patokan harga pembelian pada harga bursa Singapura (Singapore Comodity Exhange, dikurangi biaya prosesing, biaya transpor ke pelabuhan, pajak dan pungutan, serta keuntungan, namun parameter lain yang dipertimbangkan adalah besarnya suplai dari petani, besarnya permintaan, lamanya kontrak akan jatuh tempo dan lain sebagainya. Bila suatu pabrik yang kontraknya akan segera jatuh tempo, stok barang jadi belum cukup, ia akan membeli jauh diatas harga normal, kadangkala untuk segera mengolah, ia membeli seolah-olah tidak akan untung.

Produksi karet sepanjang tahun tidaklah sama, pada musim hujan petani tidak bisa menyadap, suplai berkurang, waktu musim rontok daun, produksi lateks berkurang, kalau permintaanya datar harga akan naik. Waktu bulan puasa dan lebaran, petani muslim butuh uang, mereka menyadap tiap hari, suplai bertambah, harga turun. Menjelang tahun baru juga biasanya suplai bertambah harga akan turun.

Dari sisi demand juga berfluktuatif, ada suatu negara mengumpulkan iron stoknya harga naik, bila melepas cadangan untuk diganti harga turun. Minyak bumi naik, harga karet akan naik, kalau pendapatan masyarakat dunia tidak terganggu dan berbagai faktor yang mempengaruhi harga.

Krisis ekonomi global dewasa ini, waktu harga minyak bumi melambung tinggi dan begiti pula BBM, harga karet malah turun, hal ini dapat dijelasakan, Harga BBM yang sangat tinggi, menyebabkan berkurangnya permintaan terhadap ban pengganti, dan BBM yang tinggi biaya produksi mobil menjadi tinggi, harga tidak terjangkau dan kurangya minat masyarakat membeli mobil baru, satu mobil baru membutuhkan ban baru limah buah. Sehingga berkuranya permintaan terhadap ban. Produksi mobil, mempengaruhi kebutuhan karet alam karena lebih kurang 80 persen karet alam digunakan untuk pembutan ban.

Oleh sebab banyaknya paramerter yang mempengaruhi harga karet, maka harga karet tersebut berfluktuatif terus, kadangkala mendadak, reaksi yang terjadi diluar dugaan, seperti bola keret liar.
(Dasril Daniel, Jambi, 12/02/09)

Harga Karet Merosot, Petani Mengeluh

Aceh Bisnis 11-02-2009
*m syafrizal/sugito tassan
MedanBisnis – Kota Langsa
Petani karet di Kota Langsa mulai mengeluh. Pasalnya, saat ini harga karet di tingkat pengumpul mulai menurun. Padahal, harga sebagian kebutuhan pokok terus merangkak naik.
“Akibatnya masyarakat menjadi terjepit, karena penghasilan dari petani karet sudah tidak mencukupi lagi untuk memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari,” ungkap seorang petani karet, Zulkifli (39) kepada MedanBisnis di Langsa, Selasa (10/2).
Dikatakannya, saat ini harga karet di tingkat pengumpul menurun menjadi Rp 4.800/kilogram, dari harga sebelumnya sebesar Rp 5.000/kilogram. Meskipun penurunan harganya tidak begitu drastis, namun kondisi seperti ini jelas membuat resah bagi para petani. Terutama bagi masyarakat yang menggantungkan hidupnya dari bertani karet.
“Coba Anda bayangkan saja, biasanya setiap minggu saya memeroleh penghasilan sebesar Rp 500.000, akan tetapi kini dengan harga karet yang terus menurun maka saya hanya memeroleh penghasilan Rp 150.000–Rp 200.000 setiap minggunya,” ujarnya.
Belum lagi saat ini, kata dia, telah tiba musim gugur. Itu artinya pohon-pohon karet sudah tidak bisa lagi memberikan hasil seperti biasa dan produksi karet menurun. Biasanya musim gugur seperti ini baru kembali normal setelah lebih kurang selama empat bulan.
“Jadi selama empat bulan ini produksi dari kebun karet juga ikut menurun. Sudah harganya menurun hasilnya juga menurun,” tuturnya.
Karena itu, pemerintah pusat maupun daerah diminta segera mencari solusi terbaik untuk mengatasi persoalan ini. Karena bagi masyarakat yang perekonomiannya menengah ke bawah kondisi ini sangat memberatkan.
Gula Naik
Sementara itu, harga gula pasir di sejumlah pusat pasar di Lhokseumawe mulai bergerak naik mejadi Rp 8.500/kg dari sebelumnya Rp 6.500/kg. Sehingga membuat sejumlah masyarakat, terutama para pengusaha kue mengeluh.
Kenaikan harga gula pasir tersebut diduga akibat dihentikannya impor gula oleh pemerintah pusat, yang bertujuan untuk meningkatkan daya saing produk gula dalam negeri. Pengaruh lain juga disebabkan kebun tebu belum mulai masa panen, akibatnya rotasi penggilingan sedikit tersendat. Hanya saja berdampak langsung bagi konsumen terutama pedagang kue.
“Akibat harga gula naik, secara otomatis akan memengaruhi keuntungan penjualan bagi kami, betapa tidak kue yang kami produksi semuanya menggunakan gula pasir. Karena bermacam jenis roti setiap harinya kita membutuhkan gula sekitar empat kg. Belum lagi kalau ada orderan misalnya. Sedangkan penjualan kue harganya tetap Rp 500 per potong,” ujar seorang pedagang kue Rinaldi, Selasa (10/2).
Sementara itu, Kepala Disperindagkop Kota Lhokseumawe Muhammad Ridha, ketika dikonfirmasi membenarkan adanya kenaikan harga gula pasir tersebut. “Sumber kenaikan tersebut berasal dari pabrik terutama di Lampung. Bahkan di tingkat pabrik harganya sudah mencapai Rp 6.900/kg, sedangkan tingkat distributor di Lhokseumawe harganya Rp 7.900/kg. Di tingkat pengecer mencapai Rp 8.500/kg,” katanya.
Ridha juga tidak membantah, bahwa kenaikan harga gula tersebut juga terpengaruh kebijakan pemerintah menutup kran impor gula. Dan selama ini kebutuhan Lhokseumawe diimport dari Malaysia.
“Begitu juga kabarnya sekarang belum masa panen, sehingga mempengaruhi proses penggilingan di Lampung, karena pasokan kita setelah tidak lagi import, dikirim dari Lampung,” jelasnya.
Di sisi lain gula yang berasal dari pabrik Gunung Madu Plantation (GMP), harga di tingkat distributor ditawarkan kepada konsumen Rp 7.500/kg. Sedangkan harga eceran dijual Rp 8.000/kg.
Sumber: http://www.medanbisnisonline.com/2009/02/11/harga-karet-merosot-petani-mengeluh/

Petani Masih Nantikan Realisasi Revitalisasi Karet

Agribisnis 12-02-2009
MedanBisnis – Muara Teweh
Masyarakat di Kabupaten Barito Utara (Barut) Kalimantan Tengah masih menunggu realisasi program revitalisasi perkebunan karet (non kemitraan).
“Sampai saat ini kami masih menunggu kapan pelaksanaan revitalisasi karet tersebut,” kata salah seorang pengurus kelompok tani Kelurahan Jambu, Irwansyah di Muara Teweh, Rabu (11/2).
Padahal kata dia, pihaknya sudah menyerahkan berkas permohonan kelompok tani untuk menjadi peserta revitalisasi perkebunan karet kepada dinas terkait dan permohonan sebagai calon petani sudah diverifikasi.
Kepala Bidang Pengembangan Lahan, Sarana dan Perlindungan Perkebunan pada Dinas Kehutanan dan Perkebunan Barut Sunoto mengakui program revitalisasi karet masih belum berjalan.
Program revitalisasi perkebunan komoditas karet (non kemitraan) di kabupaten pedalaman Sungai Barito ini rencananya tahun 2008 lalu ditargetkan seluas 2.000 hektar tersebar di enam kecamatan. “Namun saat ini revitalisasi karet belum berjalan karena pihak bank selaku peminjam modal tidak berani mengucurkan dana kepada petani karena tidak ada perusahaan selaku penjamin (avalis),” katanya didampingi Kasi Pengembangan Lahan, Arsan Asari.
Program revitalisasi perkebunan karet pada salah satu kabupaten di pedalaman Kalteng ini rencananya diterima calon petani di wilayah Kecamatan Teweh Tengah, Gunung Timang, Lahei, Gunung Purei, Teweh Timur dan Montallat.
Calon petani yang telah diverifikasi sebanyak 90 kelompok tani dengan lahan seluas 5.000 dari 11.025 hektar usulan yang rencananya satu hektarnya rata-rata 500 bibit. “Kendala petani peserta revitalisasi karet ini juga dialami sejumlah petani lainnya di sejumlah kabupaten di Kalteng,” jelasnya.
Namun, kata Sunoto, berkas administrasi yang lulus verifikasi itu masih belum dibuatkan surat keputusan (SK) Bupati Kabupaten Barut, karena kendala belum adanya bank yang berani memberikan kredit.
Padahal, tambah dia, sesuai pedoman program revitalisasi perkebunan yang diterbitkan Dirjen perkebunan Departemen Pertanian semestinya bank tetap bisa menerima kredit petani karet tanpa ada perusahaan penjamin cukup sebagai jaminan berupa surat keterangan tanah (SKT). “Jadi calon petani yang sudah ditetapkan dalam SK tersebut bisa mendapat pinjaman dari bank,” katanya.
Ia meminta kepada para petani peserta program revitalisasi ini tetap bersabar, bukan pemerintah daerah yang tidak serius namun kendala itulah yang membuat kegiatan terlambat. “Masalah ini dalam waktu dekat akan kami disampaikan kepada pemerintah daerah, karena program ini tetap berjalan sesuai rencana meski tanpa melalui avalis,” tegasnya.
Program revitalisasi karet di kabupaten pedalaman Sungai Barito ini tahun 2007/2008 dialokasikan 7.000 hektar dengan kebutuhan bibit mencapai 35 juta pohon, kegiatan itu dilakukan bertahap hingga tahun 2010 nanti seluas 10.000 hektar. “Kita harapkan program tersebut sudah bisa terealisasi tahun depan dan tidak diberikan secara gratis melainkan nantinya petani mendapat pinjaman kredit dari perbankan dengan bunga rendah,” tandas Sunoto.
Karet merupakan salah satu komoditi unggulan daerah ini sebagian besar warga masyarakatnya mengusahakan perkebunan karet baik menanam bibit lokal maupun unggul tersebar di enam kecamatan yang luasnya mencapai 52.970 hektar dengan produksi mencapai 47.107 ton lembar (slab) per tahun.(ant)
Sumber: http://www.medanbisnisonline.com/2009/02/12/petani-masih-nantikan-realisasi-revitalisasi-karet/

GOODYEAR TUTUP 92 TOKO

Rabu, 20 Agustus 2008 | 13:25 WIB
DETROIT- Korban lesunya perekonomian kembali jatuh. Kali ini giliran Goodyear Tire & Rubber, yang mengumumkan akan menutup 92 toko miliknya dan memangkas 600 pekerjanya akibat penurunan ekonomi AS sehingga menekan perusahaan itu.

"Dalam kondisi ekonomi seperti saat ini, orang mengurangi berkendaraan dan hal itu tentu saja berdampak pada setiap industri otomotif AS, termasuk seberapa serng mereka mengganti ban atau membeli mobil baru," sebut juru bicara Goodyear, Keith Price, Selasa (19/8) waktu setempat seperti dikutip Reuters.

Perusahaan ban terbesar dari segi penjualan di Amerika Serikat ini memiliki 742 toko di AS. Penutupan toko akan dilakukan setelah pembayaran pajak sekitar 30 juta dollar AS dengan setengahnya akan dilakukan pada kuartal ketiga. Perusahaan itu menyatakan penutupan toko itu akan mengurangi kerugian sampai 9 juta dollar setiap tahun.

Selama Juli, Goodyear mengatakan keyakinannya akan mampu untuk menaklukkan tantangan ekonomi dalam jangka pendek, terutama di Amerika Utara. Pada saat itu,perusahaan mengatakan pendapatan bersih pada kuartal kedua naik 75 juta dollar atu 31 sen dollar per saham dari 56 juta atau 26 sen dollar per saham pada awal tahun. Pendapat juga naik 6,5 persen menjadi 5,24 miliar dollar.
Sementara itu, penjualan otomotif di AS turun sampai tingkat terendah dalam 16 tahun terakhir karena AS meninggalkan truk dan SUV yang memakan energi, melemahnya pasar rumah, dan pengetatan kredit.
Awal bulan ini, Perusahaan asal Jepang, Bridgestone Corp, mengatakan mereka memperkirakan permintaan ban mobil penumpang di Amerika Utara turun 5 persen tahun ini karena turunnya penjualan mobil baru.

Selama Juli, Michelin, perusahaan ban dengan kapitalisasi pasar terbesar kedua setelah Bridgestone, mengatakan berada di "lingkungan dunia yang salah dan sulit" sehingga pendapatan operasinya lebih rendah 17,8 persen menjadi 708 juta euro.

Michelin mengatakan pangsa pasarnya mencapai 17,2 persen, setara dengan Bridgestone dan di atas Goodyear yang pangsanya 16 persen. (ant)
Sumber: http://www.tribunpontianak.co.id/read/artikel/4147

Pabrik Tekan Harga Karet Petani

Pabrik Tekan Harga Karet Petani, Di Labuhan Batu Rp 1.500/Kg
Medan Bisnis Online 10-02-2009
*herman saleh/ant
MedanBisnis – Medan
Petani karet di Sumatera Utara (Sumut) mulai mengeluhkan sikap pabrikan. Pasalnya, sejak sebulan terakhir banyak pabrik yang menekan harga karet maupun getah dari petani. Alasannya, pabrik tersebut masih memiliki stok bahan olah karet (bokar) yang belum sempat diolah karena krisis yang melanda negara tujuan ekspor.
“Yang saya dengar pabrik kesulitan produksi karena ekspor melambat. Bahkan beberapa pabrik mengaku mengurangi produksi dan telah melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK),” kata Kamil Hasibuan, seorang petani karet di Kabupaten Tapanuli Selatan (Tapsel).
Katanya, kondisi tersebut semakin menyulitkan petani, karena berdampak pada penurunan harga karet. Dia mengatakan akhir tahun 2008 harga getah masih di atas Rp 13.000 per kilogram, tetapi sebulan terakhir anjlok hingga Rp 3.000-4.000 per kilogram.
“Melihat keadaan yang begitu, tidak tertutup ada spekulan yang bermain. Spekulan tersebut, bisa di tingkat pedagang maupun eksportir,” ujar Kamil menduga penyebab harga yang terus anjlok.
Hal senada juga dikatakan Amri Hasibuan, petani karet di Kabupaten Labuhan Batu. “Akhir-akhir ini memang banyak pedagang pengumpul yang mengurangi pembelian, tetapi saya tidak tahu penyebabnya,” kata Amri. Dia mengatakan, harga getah karet di tempatnya jauh lebih murah, yakni Rp 1.500 per kilogram.
Meski demikian, lanjutnya, dirinya dan petani karet lainnya memilih tetap menjual meskipun harga yang ditetapkan sudah sangat rendah. Alasannya, penduduk yang berprofesi sebagai petani karet tidak mempunyai penghasilan lain selain dari karet.
“Kalau boleh adalah perhatian pemerintah, seperti halnya petani kelapasawit. Jika tidak, petani karet akan semakin kesulitan,” harapnya. Dia menambahkan dalam satu hari dia menjual 20-25 kilogram getah kepada pedagang pengumpul. Dia mengaku belum pernah menjual langsung getahnya ke pabrik.
Bahkan petani yang merupakan penyokong ekspor salah satu komoditas unggulan Sumut ini terpaksa berutang untuk menutupi biaya produksi dan kebutuhan sehari-hari. “Kalau ini terus berlanjut, gawatlah petani. Sekarang saja, banyak petani yang terpaksa utang sana-sini untuk makan dan biaya sekolah anak,” kata K Siregar, petani lainnya di Kabupaten Labuhan Batu.
Ketika dikonfirmasi, Sekretaris Eksekutif Gabungan Perusahaaan Karet Indonesia (Gapkindo) Sumut Eddy Iwansyah mengaku kaget dengan alasan pabrik tersebut. “Memang, beberapa pekan lalu, sejumlah pabrikan menghentikan sementara pembelian bahan baku karena stok perusahaan menumpuk. Hal ini dikarenakan, adanya permintaan penundaan pengiriman dari pembeli luar negeri,” ujarnya. Tetapi, kata dia, kondisi itu sekarang sudah mulai pulih dan pabrikan sudah membeli lagi.
Dijelaskannya, akibat krisis global, yang berdampak pada keuangan yang sulit, importir meminta eksportir karet Sumut menunda pengiriman karet yang kontraknya sudah ditandatangani sebelumnya. Dia menyebutkan, harga bokar masih tertekan, tetapi masih berada di kisaran Rp11.000 per kilogram.
“Harga bokar yang turun itu mengikuti harga ekspor yang cenderung turun lagi atau hanya US$ per kilogram pada tanggal 6 Februari, dari yang sebelumnya sempat naik US$ 1,4 per kilogram pada pekan ketiga Januari lalu,” katanya.
Sumber: http://www.medanbisnisonline.com/2009/02/10/pabrik-tekan-harga-karet-petanidi-labuhan-batu-rp-1500kg/

INDUSTRI OTOMOTIF TURUN PRODUKSI 50 PERSEN,

INDUSTRI OTOMOTIF TURUN PRODUKSI 50 PERSEN,
PHK TAK TERHINDAR

Jakarta, (Analisa)
Industri otomotif tanah air, baik kendaraan roda empat maupun roda dua akan menurunkan produksinya sebesar 30 hingga 50 persen
sehingga pemutusan hubungan kerja (PHK) di sektor ini tidak terhindar.
"Masalah penurunan order ini sangat tinggi. Estimasi industri otomotif akan menurunkan produksi 30 hingga 50 persen, termasuk sepeda motor hampir sama," kata Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Sofjan Wanandi, di Jakarta, Kamis.
Kondisi buruk yang sama, menurut Sofjan, juga terjadi pada sektor properti di tanah air. Ia mengatakan ada sekitar dua juta unit perumahan yang tidak terjual.
"Yang jelas kondisi dunia usaha Indonesia menjadi semakin susah. Orang-orang sudah tidak berani untuk belanja," ujar Sofjan.
Kekhawatiran pengusaha, menurut dia, apabila pemerintah tidak segera menyalurkan stimulus yang telah dijanjikan, terutama stimulus untuk pembangunan infrastruktur sebesar Rp10,2 triliun. Sejauh ini perbaikan infrastruktur yang paling bisa mendukung kita bertahan keluar dari krisis, karena jika ini dilaksanakan akan mampu menyerap banyak tenaga kerja.
"Tapi tampaknya ini akan lama, aturannya (pelaksanaan stimulus) tidak jelas, Pemda yang sering tidak membantu karena otonomi daerah, jadi percuma stimulus Rp10,2 triliun kalau pelaksanaannya tidak jelas. Stimulusnya saja belum disetujui parlemen, apalagi kalau sampai pergantian pemerintahan baru dengan kebijakan baru mati kita," ujar dia.
Yang jelas, ia menegaskan, para pengusaha di tanah air saat ini dalam kondisi dilema karena ketidak pastian dari pemerintah, ujar dia.
Penurunan ekspor yang terjadi sekarang ini telah diprediksi sebelumnya oleh Apindo, ujar Sofjan, karena itu pengusaha telah berusaha mencari jalan keluarnya melalui outlook 2009 lalu.
"PHK, menurunkan produksi, mengurangi bahan baku, mengurangi pinjaman, semua dilakukan supaya 'cash flow' (arus kas) perusahaan tetap terjaga," katanya. (Ant)
Sumber: http://www.analisadaily.com/index.php?option=com_content&view=article&id=6517:industri-otomotif-turunkan-produksi-50-phk-tak-terhindarkan-&catid=26:nasional&Itemid=29

INDUSTRI OTOMOTIF RI

INDUSTRI OTOMOTIF RI BERSIAP KELUAR DARI KRISIS
Kamis, 12/02/2009 10:33 WIB
oleh : Berliana Elisabeth S.
JAKARTA (Bisnis.com): Industri otomotif Indonesia berupaya keluar dari krisis dengan salah satu caranya yakni mengembangkan sejenis segel kualitas yang berlaku nasional yang nantinya akan mengarah pada standardisasi industri seperti QSEAL.

Hal ini terungkap dalam sebuah diskusi panel para ahli yang mengamati masa depan industri otomotif Indonesia yang
bertajuk 'Industri Suku Cadang Mobil Indonesia dan Krisis Ekonomi Global: Strategi dan Perspektif' hari ini di Jakarta.

Para ahli yang merupakan peserta panel menyatakan saat ini yakni ketika perekonomian global berupaya mencapai keseimbangan, merupakan waktu yang tepat bagi industri otomotif dan suku cadang Indonesia untuk bersiap meraup keuntungan kompetitif bagi pertumbuhan di masa depan.

Walter North, direktur Badan Pembangunan Internasional Amerika Serikat (USAID) dalam siaran persnya yang diterima Bisnis hari ini mengatakan salah satu cara untuk mewujudkan hal ini adalah dengan mempromosikan standardisasi produk dan proses dalam sektor otomotif Indonesia dan mengembangkan sistem evaluasi dan sertifikasi.

Dia menambahkan menangkap peluang saat ini akan membantu perusahaan-perusahaan otomotif menjadi lebih kompetitif dan memperoleh akses kepada pasar internasional.

"Industri komponen otomotif hanya dapat bertahan dalam krisis ekonomi global dan menjadi lebih maju apabila industri ini bisa lebih kompetitif," ujar North.

Diskusi panel yang disponsori proyek SENADA USAID bersama Society of Automotive Engineers (SAE) International dan sejumlah asosiasi otomotif dan sepeda motor Indonesia ini menitikberatkan pada bagaimana melewati krisis ekonomi saat ini dan mempersiapkan strategi agar industri ini dapat tumbuh kembali.

Dalam rilis Kedutaan Besar AS di Jakarta menyebutkan QSEAL adalah segel sertifikasi kualitas yang diakui secara nasional dalam pasar suku cadang di Indonesia untuk komponen otomotif non-orisinil yang memenuhi standar yang telah ditentukan industri otomotif. QSEAL diprakarsai oleh tiga asosiasi industri otomotif Indonesia, yakni Sentra Otomotif Indonesia (SOI), Ikatan Ahli Teknik Otomotif (IATO), dan Asosiasi Bengkel Kendaraan Indonesia (ASBEKINDO).

Dalam dua minggu ke depan, SENADA dan SOI akan mensponsori serangkaian Pelatihan Pengembangan Profesional QSEAL yang dilaksanakan oleh SAE International. Ini adalah pertama kalinya sebuah pelatihan SAE yang diakui secara internasional diadakan di Indonesia. Empat pelatihan yang akan diberikan adalah Managing Integrated Product Development; Design Reviews for Effective Product Development; Quality Function Deployment; dan Failure Modes and Effects Analysis.

Ketua Umum IATO Hasiholan Sidabutar yang juga ketua Dewan Pengawasan Asosiasi Industri Otomotif Indonesia mengatakan pihaknya berharap program SAE ini akan mendukung dan menciptakan peluang bagi para pakar otomotif Indonesia dalam upaya untuk memaksimalkan daya saing dalam industri ini.

SAE International adalah sebuah komunitas global yang bergerak dalam pengembangan standar, penyelenggaraan berbagai acara, serta penyediaan informasi teknis dan keahlian dalam perancangan, pembangunan, pemeliharaan, dan pengoperasian kendaraan yang dapat bergerak sendiri untuk digunakan di daratan maupun di laut, udara maupun luar angkasa. Komunitas ini memiliki lebih dari 90.000 anggota, yang terdiri dari para insinyur, pebisnis, pendidik, dan mahasiswa dari lebih dari 97 negara, yang saling berbagi informasi dan ide demi kemajuan teknologi dalam sistem mobilitas.
Sumber: http://web.bisnis.com/sektor-riil/manufaktur/1id103005.html

Rabu, 11 Februari 2009

EKSPOR KARET NAIK 21,5 PERSEN

JAKARTA: Nilai ekspor karet dan barang dari karet selama 2008 naik sebesar 21,5% menjadi US$7,58 miliar dibandingkan dengan tahun sebelumnya sebesar US$6,24 miliar.
Gabungan Pengusaha Karet Indonesia (Gapkindo) menyebutkan volume ekspor selama 2007 sebesar 2,7 juta ton, sedangkan pada 2008 diperkirakan sebanyak 2,8 juta ton. Adapun volume ekspor karet selama tahun ini diprediksikan sebanyak 2,64 juta ton.
Sebelumnya International Tripartite Rubber Council (ITRC) menyepakati adanya pengurangan volume ekspor karet alam selama 2009 sebesar 915.000 ton atau sebesar 16% dari total volume ekspor pada 2008 guna menjaga stabilitas harga komodi?tas itu. (Bisnis/19)
Sumber : Harian Bisnis Indonesia 10 Februari 2009

BAN ILEGAL BER-SNI BEREDAR DIPASAR

JAKARTA: Asosiasi Perusahaan Ban Indonesia (APBI) menemukan peredaran ban ilegal tanpa merek, tetapi berstiker standar nasional Indonesia (SNI) di pasar yang diduga akibat pengawasan yang lemah.

Ketua Umum APBI A. Aziz Pane mengungkapkan ban mobil tanpa merek tersebut berasal dari India dan China, sedangkan ban ilegal untuk sepeda motor masuk dari Vietnam dan Thailand.

"Volume kami belum tahu, tetapi ban tersebut masuk melalui pelabuhan kecil seperti Dumai, Jambi, dan Batam. Pengawasan di sana memang lebih longgar dibandingkan dengan di Belawan, Semarang, Surabaya, Makassar, dan Jakarta," katanya kemarin.

Aziz memperkirakan kemungkinan tanda SNI di ban ilegal tersebut dipalsukan oleh para importir ataupun eksportir dari negara asal.

Jika tidak diawasi dengan ketat, lanjutnya, produk ban ilegal ini akan semakin banyak di pasar. APBI meminta aparat berwenang mengambil tindakan untuk menghentikan penyelundupan ban ilegal dan mencegah melebarnya peredaran ban yang sudah masuk di pasar. Jika ini tidak dilakukan, konsumen dan produsen akan dirugikan.


Pasar ban nasional (unit)
Segmen 2007 2008
Pengganti 8,21 juta 8,82 juta
OEM 2,34 juta 3,4 juta
Ekspor 31,78 juta 29,95 juta
Total 42,34 juta 42,18 juta
Sumber: APBI
Aziz menjelaskan ban ilegal yang beredar pada pasar akan semakin membuat produsen ban lokal tertekan karena di saat perekonomian lesu seperti sekarang ini konsumen cenderung memilih ban dengan harga jual lebih murah, tapi kualitas tidak terjaga.

Lebih murah
"Harga jual ban ilegal tersebut lebih murah sekitar 25%, dibandingkan dengan produk lokal. Saya meyakini harga yang murah tersebut karena kualitas ban sudah kedaluwarsa," ungkapnya.
Harga ban saat ini cenderung mahal karena produsen belum bisa menurunkan harga jual. Bahkan Azizi sebelumnya mengatakan produsen ban lokal tidak akan menurunkan harga jual dalam waktu dekat karena pabrikan harus menanggung membengkaknya biaya produksi akibat kenaikan harga bahan baku.

Dalam kondisi yang menekan daya beli akibat harga yang mahal, sejumlah pedagang berupaya mengambil keuntungan dengan memasarkan ban ilegal yang kedaluwarsa. Padahal, jelas Aziz, ban seperti ini tidak akan mampu bekerja secara optimal dan usia pakainya akan lebih pendek. Kondisi ini akan membahayakan konsumen yang menggunakannya.
Untuk mengantisipasi masuknya ban ilegal, sambungnya, APBI meminta Direktorat Jenderal Bea Cukai, serta Direktur Pengawasan Barang Beredar dan Jasa Direktorat Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Departemen Perdagangan memperketat pengawasan.
Selain itu, dia meminta agar pihak kepolisian bertindak lebih tegas terhadap importir yang terbukti memasukkan ban tidak sesuai dengan ketentuan SNI.
"Saya dan pabrikan lokal berterima kasih karena pengawasan di pelabuhan besar sudah sangat baik sehingga bersih dari penyelundupan ban. Namun, di pelabuhan kecil masih ada. Dukungan dari kepolisian juga dibutuhkan dalam situasi seperti ini," ungkapnya.
Sebelumnya, pada Desember tahun lalu Departemen Perdagangan telah menemukan tujuh merek ban ilegal yang beredar di Jakarta, yakni merek Yokohama, Toyo, Michellin, Suntires, Barum, Valcone, dan Continental.
Terkait dengan krisis perekonomian, Aziz meminta para importir ban bisa bertindak memasukkan produk dari luar negeri.
"Sesuai dengan arahan Direktur Industri Kimia Hilir Departemen Perindustrian Toni Tanduk pada 6 Februari lalu, sebaiknya importir bisa menahan diri sehingga produsen ban lokal masih bisa mengisi pasar dengan produknya," katanya.

Aziz mengatakan pada tahun ini volume penjualan ban tidak akan bisa mencapai 42 juta unit, atau lebih rendah dibandingkan dengan pencapaian 2008, akibat melemahnya permintaan dari luar negeri dan pasar domestik. (22/ahmad muhibbuddin) (redaksi@bisnis.co.id)
Sumber: Bisnis Indonesia 11/02/09

PETANI KARET MINTA PPH 22 DIHAPUS

Stok bokar di pabrik pengolahan menumpuk

JAKARTA: Asosiasi Petani Karet Indonesia (Apkarindo) Wilayah Sumatra Selatan meminta pemerintah [Dirjen Pajak] menghapus PPh Pasal 22 sebesar 0,5% terhadap karet produksi petani.
"Sejak 2002 hingga sekarang para petani yang menjual karet hasil perkebunannya dikenakan pungutan 0,5%. Pemotongannya langsung dilakukan para petugas di pabrik pembeli karet dari para petani," kata Ketua Apkarindo Wilayah Sumsel, Cokroaminoto kepada Bisnis, kemarin.
Harga karet mentah yang berlaku sekarang berkisar Rp3.000 hingga Rp3500. "Lalu setiap 1 kilogram dikenakan PPh sebesar 0,5% atau sekitar Rp100," katanya.
Keresahan para petani karet terhadap pengenaan pajak tersebut , kata Cokroaminoto, terasa memberatkan setelah krisis keuangan global dalam 6 bulan terakhir.
"Sebelumnya harga karet mentah para petani itu mencapai Rp9.000 per kg. Tapi sekarang hanya Rp3.000 hingga Rp3.500."
Di kawasan itu, nilai transaksi perdagangan karet yang dihasilkan 500.000 kepala keluarga (KK) mencapai 7.000 ton per hari."Hasil pemotongan pungutan yang notabene untuk membayar pajak penghasilan dari penjualan kotor karet mentah itu diperkirakan mencapai Rp300 juta hingga Rp500 juta per hari," katanya.

Lima negara importir terbesar karet Indonesia (ribuan ton)
Negara 2004 2005 2006 2007
AS 627,9 669,1 590,9 644,3
Jepang 225,2 260,6 357,5 397,8
China 197,5 249,8 337,2 341,8
Singapura 85,6 115,1 135,4 161,2
Korea 76,8 74,8 90,6 93,1
Sumber: Gapkindo
Konsumen karet petani di wilayah itu terdiri dari 21 perusahaan pengolahan karet. Ke-21 perusahaan itu melalui petugasnya langsung menarik Pph dari hasil penjualan kotor petani.
Kondisi ini semakin diperburuk lagi dengan sikap Pemprov Sumsel yang belum memberikan perhatian serius untuk mendukung sektor perkebunan karet.
"Harusnya pemerintah masih bisa meningkatkan pengadaan benih dan pupuk. Namun, pemerintah daerah belum memberikan dukungan maksimal," katanya.
Upaya Apkarindo tersebut memperoleh dukungan dari Kepala Kantor Wilayah Ditjen Pajak Sumatra Selatan dan Kepulauan Bangka Belitung, Anang Sangkut dan Gubernur Sumsel Alex Noerdin. Kedua pejabat itu telah melayangkan surat kepada Dirjen Pajak dan Menteri Keuangan agar menunda sementara penarikan PPh 22 itu karena situasi krisis.
Cokroaminoto dan beberapa perwakilan petani telah berupaya menemui Dirjen Pajak dalam beberapa hari ini. "Tapi, Pak Dirjen melalui Kasubdit Pemotongan Pajak Dasto meminta agar para petani membuat surat resmi yang meminta penghapusan pajak tersebut," katanya.
Namun, hingga kini Dirjen Pajak belum mengeluarkan kebijakan penghapusan pajak itu sebagaimana diberikan kepada para petani kelapa sawit dan kopi di daerah Sumsel. "Kenapa petani kelapa sawit dan petani kopi bisa dibebaskan kewajiban PPh, tapi petani karet tidak?"
Penolakan pabrik
Dari Medan, Antara melaporkan, petani karet di Sumut menjerit karena sebagian besar pabrikan masih menolak membeli getah karet petani dengan dalih stok bahan olah karet (bokar) dan SIR 20 masih banyak akibat ekspor yang masih terganggu menyusul terjadinya krisis global sejak Oktober 2008.
"Dijual murah pun pabrikan menolak dengan alasan mau dikemanakan bokar petani, karena stok masih menumpuk. Petani benar-benar lagi sulit," kata K.Siregar, petani karet Labuhan Batu, Medan.
Di tengah semua harga kebutuhan naik, justru petani sulit menjual getah karet dan kalau pun terjual ke pedagang pengumpul, harganya murah sekali atau paling tinggi Rp3.000 per kg.
Sekretaris Eksekutif Gabungan Perusahaan Karet Indonesia (Gapkindo) Sumut Eddy Iwansyah yang dikonfirmasi soal terhentinya pembelian dari pabrikan hingga awal pekan ini mengaku kaget dengan dalih pabrikan mulai menggiling.
Dia mengakui beberapa pekan lalu, sejumlah pabrikan menghentikan sementara pembelian bahan baku karena stok perusahaan menumpuk dengan adanya permintaan penundaan pengiriman dari pembeli luar negeri. (erwin. tambunan@bisnis.co.id)
Oleh Erwin Tambunan
Bisnis Indonesia
Sumber: Bisnis Indonesia 11/02/09

Selasa, 10 Februari 2009

MENGURANGI EKSPOR KARET TAHUN 2009

ITRC Sepakat Mengurangi Ekspor Tahun 2009
Mencermati perkembangan harga karet alam yang terus menurun, maka ketiga utama penghasil karet alam dunia Thailand, Indonesia dan Malaysia yang tergabung dalam International Tripattete Rubber Council (ITRC) telah mengadakan pertemuan yang ke empat belas, di Lido Lake Resort Bogor tanggal 12-13 Desember 2008.
Hasil dari pertemuan tersebut sebagaimana diutarakan oleh Nurmala BT. Abdul Rahim, Deputy Secretary General General, Kementrian Perusahaan Perladangan dan Komoditas Malaysia yang bertindak sebagai ketua sidang pada pertemuan tersebut kepada wartawan sebagai berikut:
Pada pertemuan ke 14 ITRC, ke tiga negara sepakat untuk menurunkan volume ekspor selama tahun 2009 sebesar 915.000 ton menyusul pelemahan produksi industri yang berbahan baku karet alam dampak krisis global. Tiga negara menyepakati untuk menurunkan volume ekspor pada tahun depan (2009) sebesar 16 persen dari total ekspor karet tahun 2008 dari ketiga negara.
Nurmala menambahkan total pengurangan ekspor sebesar 915.000 ton terdiri dari 700.000 ton melalui skema kesepakatan ketiga negara (Agreed Tonnage Scheme/AETS), sedangkan 215.000 disebabkan oleh peremajaan pohon karet dengan penebangan pohon yang tidak produktif. Selama kuartal pertama tahun 2009, ekspor karet ketiga negara akan dikurangi sebanyak 270.000 ton atau 38,7 persen dari AETS. Pengurangan volume ekspor pada kuartal berikutnya akan diimplementasikan dan di evaluasi secara berkesinabungan selama tahun 2009.
Pada tanggal 29 Oktober 2008 ITRC telah mengeluarkan “Press Release” mengenai langkah yang ditempuh oleh ketiga negara anggota menghadapi penurunan harga karet alam dan pada pertemuan yang ke 14 ITRC ini juga di sampaikan Press Release secara resmi sebagai berikut:

PRESS STATEMENT
International Tripattete Rubber Council (ITRC)
13 Dcember 2008, Bogor, Indonesia
In view of the current natural rubber price, the 14th International Tripattete Rubber Council (ITRC) Meeting agreed that additional coordinated measures, bisides those announced on 29th October 2008, will be undertaken immdiately by Thailand, Indonesia and Malaysia.
This is to ensure that natural rubber price remain remunerative to over million smallholder hosehold and also fair for consumer relative to synthetic rubber price
The Measures are:
1. Implementation of Agreed Export Tonnage Scheme (AETS)
AETS will be implemented as 0f 1st January 2009. Under this scheme, Thailand, Indonesia, and Malaysia will reduce their natural rubber exports. As a result, the market will be relived of a total of 915.000 tones of natural rubber in 2009, out of which 700.000 tones under AETS and 215.000 tones due to accelerated replanting under the Supply management Scheme (SMS).
For the first quarter of 2009, the export of natural rubber from the three countries will be reduced by 270.000 tones (38,57 %) of 700.000 tones). The balance of the AETS target will be implemented in subsequent quarters in 2009.

2. Export Price:
Currently, natural rubber is priced at a big discount to synthetic rubber. Hence, the Rubber Association of Indonesia (GAPKINDO), has already urged it’s members not to sell below US $ 1,37/kg. Both the Thai Rubber Association (TRA) and Federal of Rubber Trade Association of Malaysia (FRTAM) are adopting similar measure.
3. Non-Fulfillment of Contracts
The recent drastic decline of natural rubber price was aggravated by no fulfillment of contracts, which goes against the basic principle of contract sanctity.
Whilst the trader in the exporting countries had in late October 2008 tried to address this issued within the ambit of the ASEAN Rubber Business Council, albeit without much success, the Government of Thailand, Indonesia, Malaysia view this issue very seriously.
If these unhealthy trade practice are allowed to continue unchecked, it will dampen the sentiment in the natural rubber market and undermine the century-old international rubber trade practices of relying on “words as their bonds”.
In this respect, the ITRC agreed that three Governments approach the contractual parties’ respective governments to seek their cooperation to curb these unhealthy practices.
Buyers and seller involved are also urged to resolve any can-fulfilled outstanding contracts urgently so that the international rubber trade can continue to operate orderly for long-term mutual benefit.
4. Ministerial Meeting
A Ministerial meeting will be held in January 2009 in Kuala Lumpur to adopt the following measures amongst other;
i. Revision of Reference Price.
ii. Strategic Market Operation.
iii. Assistance to smallholder.
iv. Non fulfillment of contracts.

Sumber: Bulettin Karet No 12 / Tahun XXX
[Dasril Daniel, Jambi, 10/02/09]

Senin, 09 Februari 2009

PUSAT INFORMASI KARET ALAM INDONESIA

DEWASA ini informasi tentang karet alam sangat banyak tersebat diberbagai lembaga dan perguruan tinggi, kemudian juga berkembang pesat pula, tetapi informsi tersebut tidak tekonsolidasi dalam satu sistem jaringan informasi, sehingga bila dunia usaha, pakar, peneliti, pemerhati dan mahasiswa sulit mendapatkannya, dengan lengkap dan mudah.
Guna mengintegrasi perkaretan Indonesia, sebaiknya informasi tersebut tersedia sekurangnya dalam bentuk link, sehingga siapa saja yang membutuhkan informasi tetnang perkaretan tersedia di suatu lembaga. Dengan demikian lembaga tersebut juga merupakan perpustaakan khusus, tentang perkaretan:
Isi dari pusat informasi perkaretan itu antara lain:
- Media tulis, seperti buku, bulletin, jurnal, kliping koran, majalah.
- Informasi berupa film, video, foto, audio.
- Data sumber-sumber informasi perkaretan yang ada di berbagai lembaga, perpustakaan, dan sumber-sumber lainnya.
- Link internet dengan berbagai sumber data/informasi karet seluruh dunia.
- Peragaan produk produk karet, bahan penolong, mesin-mesin pengolah karet.
Peran dari Pusat Informasi Perkaretan Indonesia ini diharapkan antara lain:
- Menghimpun, mengkalisifikasikan data dan informasi perkaretan.
- Menyebarluaskan informasi secara fasif (artinya yang membutuhkan yang memprakarsai untuk mencari data/informasi) pada pusat informasi.
- Menyebarluaskan secara aktif melalui internet atau media komunikasi lainnya.
Data yang dikumpulkan dan disediakan oleh Pusat Informasi Perkaretan Indonesia tersebut adalah semua data/informasi teknologi, ekonomi/pemasaran, perusahaan-peruhanan perkebunan karet, pembibitan, industri pengolahan dan manufatur, industri pengguna produk karet didalam dan luar negeri, lembaga-lembaga penelitian yang mengkait dengan perkaretan, lembaga pendidikan yang terkait, para pakar karet/polimer, kegiatan-kegiatan perkaretan (pendidikan, seminar, pameran), hasil penelitian karet dan produk karet.
Secara insidentil lemabaga ini juga menyelenggarakan seminar atau pelatihan jangka pendek tentang perkaretan.
Setahu saya lembaga seperti ini belum ada, sedangkan lembaga kajian dan lembaga lainnya yang terkait dengan karet sangat banyak.
Siapa yang mungkin mensponsori berdirinya lembagai ini, kemungkinan adalah yang terbesar adalah lembaga pemerintah (Depertemen Perdagangan, Departemen Perindustrian, Departemen Pertanian, Menko Perekonomian, Bappenas, atau LIPI).
Lembaga ini mungkin dalam bentuk semi pemerintah, dengan sharing dana dari dunia usahan sebagai CSR perusahaan perusahaan besar stakehoder perkaretan. Kalau perusahaan perusahaan besar itu menyumbang sedikit-sedikit, rutin tiap tahun, tentu tidak akan memberatkan mereka, asal akuntabel, dan dilaksanakan secara profesional dan oleh orang profesional juga.
Untuk mewujudkan lemabaga ini tentu perlu kajian yang mendalam, sehingga kalau layak, lembaga ini akan bisa bertahan dalam waktu puluhan tahun dan memberi kontribusi pada perkembangan karet alam indonesia, menuju 2030 Indonesia Raja Karet Global. Kerjasama pemerintah dengan dunia usaha, lembaga ini bisa terwujud. Semoga. (Dasril Daniel, Jambi, 10/02/09)

MASYARAKAT PERKARETAN INDONESIA

Karet dan produk karet Indonesia kalau ingin maju dan berkembang dengan pesat dimasa yang akan datang, harus dengan pendekatan agribisnis atau klaster (agribisnis dan kalster samasaja) atau pendekatan terintegrasi semua komponen klaster dengan satu visi yang jelas.
Visi yang jelas ini sangat penting, karena akan menimbulkan gerakan bersama. Bersinergi semua klaster yang terkait dan saling menunjang. Nampaknya itu belum ada di negeri kita ini. Oleh sebab itu kiranya perlu dihadirkan suatu forum bagi orang-orang atau lembaga yang terkait dalam bidang perkaretan baik langsung maupun tidak langsung untuk menciptakan lamunan (dream/mimpi/visi) bersama perkaretan Indonesia ini, yang untuk sementara ini saya sebut dengan “MASYARAKAT PERKARETAN INDONESIA” (MPI). Dan ada pula forum ditingkat provinsi dan kabupaten/kota, yang ada perkebunan karet dan industri karetnya.
Forum bisa dijelmakan menjadi organisasi, atau cukup ada sponsor yang mengadakan pertemuan sekali dua atau tiga tahun untuk mengkaji kemajuan dunia perkaretan Indonesia, menyegarkan visi, mendekatkan pikiran dan hati masyarakat perkaretan indonesia ini.
Yang memungkinkan menjadi sponsor tercipanya forum ini bisa dari pemerintah seperti (Departemen Perdagangan, Perindustrian, Pertanian atau Kantor Menko Perekonomian) Pemerintah Daerah, Perguruan Tinggi, Assosiasi Perkaretan yang ada, Pemerintah Daerah Penghasil karet utama. Bank, atau kolaborasi diantara beberapa lembaga terebut. Siapa yang akan menjadi penggerak, kita tunggu.
Mungkin orang mengatakan, bukan kini saatnya, karena bisnis karet sedang terpukul oleh merosotnya harga karet alam dunia, justru dalam keadaan terpuruk inilah kita bicara apa yang harus kita perbuat untuk kita jauh lebih maju, selain untuk ban dan komponen otomotif dan produk karet yang ada sekarang ini, untuk apa lagi karet bisa dimanfaatkan, sehingga pasarnya semakin luas, kita bisa lebih banyak ekspor produk karet hilir, tidak terjebak hanya mengekspor bahan baku, apa kurangnya kita.
Kita tidak ada yang kurang, kita tidak ada yang kurang, selain informasi, komunikasi, berkordinasi, terintegrasi, bersinergi dan konsistensi untuk menggapai lamunan (dream/visi). Pada perkaret ini belum ada visi bersama, mau seperti apa perkaretan nasional Indonesia pada tahun 2030 misalnya, itu belum ada. Forum MPI inilah yang akan merumuskannya bersama, bukan visi pemerintah, bukan visi swasta, perguruan tinggi, lembaga perkaretan, tetapi VISI MASYARAKAT PERKARETAN INDONESIA, visi yang dibentuk oleh semua stakeholder perkaretannya, lamunan yang akan diwujudkan bersama, melalui berkomunikasi, kordinasi, integrasi dan sinergi dimasa yang akan datang.
Kita harus melamun suatu saat Indonesia menjadi raja karet global, yang menguasai bisnis, teknologi (produksi, pengolahan/manukfaturing) dengan kretivitas tinggi, sehingga karet yang diekspor sebagian besar sudah barang jadi, dan merek-merek indonesia menguasai pasar dunia. Dengan duduk bersama, dan bekerjasama kita bisa, tetapi jalan sendiri-sendiri, diam-diam tentu tidak bisa. Tuhan tidak akan merubah nasib suatu kaun kalau kaum itu sendiri tidak merubah nasibnya. Mari kita berubah (revitalisasi, reformasi), untuk kejayaan karet alam Indonesia dan kejayaan Indonesia dan kesejahteraan masyarakat (Dasril Daniel, Jambi, 10/0/209.
Catatan:
Saya menterjemah dream dengan lamunan, bukan mimpi, karena mimpi adalah sesuatu gambaran dalam tidur (sesuatu yang given), sedangan lamunan gambaran yang diadakan dalam keadaan sadar dan bisa dikendalikan), karena secara umum banyak orang memadankan visi, dream aua mimpi.

Minggu, 08 Februari 2009

PASAR LELANG LOKAL KARET

Semenjak tahun 1989 telah dikembangan pasar lelang lokal karet (PLL) di Desa Panerokan Kabupaten Batanghari, dan tahun 1990 di Desa Bukit Baling, Kabupaten Muaro Jambi, keduanya di Provinsi Jambi, sampai sekarang masih bertahan selama dua puluh tahun, berjalan tanpa pernah berhenti.
PLL karet, tersebut dihadirkan atas prakarsa Kanwil Departemen Perdagangan (ketika itu), bekerja sama dengan pemerintah Provinsi Jambi, Pemerintah Kabupaten Batanghari (Kab Muarojambi adalah kabupaten pemekaran Kab Batanghari), Kanwil Koperasi, Dinas Perkebunan, Gapkindo Cabang Jambi, BRI Cabang Jambi, KUD Berdikari (Desa Panerokan) dan KUD Akso Dano (Desa Sekernan).
Penjualan karet melalui sistem lelang yang dikembangkan tersebut, pada rinsipnya mengadopsi pasar lelang karet di marga (desa) pada masa lampau, yang dibubarkan karena diperlakukan Undang-undang No 1 tahun 1974 tentang pemerintah desa. Tentu saja dilakukan penyesuaian disana sini untuk memenuhi tuntutan administrasi modern, namun administarsi yang sesederhana mungkin, sehingga tidak memeberatkan petani (satu lembar kertas kecil untuk semua fungsi). Artinya pembangunan yang berhulu pada budaya lokal, tanpa banyak mengkutak-katik, sederhana sehingga mudah dipahami oleh orang desa.
Dengan adanya pasar lelang, menyebabkan pasar didesa menjadi transparan (sebelumnya tertutup mendekati oligopoli), yang berimbas pada petani mendapat harga yang layak dan lebih tinggi dari harga yang sebelum ada pasar lelang dan lebih tinggi dari harga karet desa yang tidak ada pengaruh pasar lelang, mutu karet rakyat (bokar) menjadi lebih baik, lebih rasionalam mata rantai pemasaran, dan efisiensi pada transportasi. Kenikmatan inilah yang diterima petani, sehingga pasar lelang tersebut bisa bertahan. Kemudian di kondisikan dari awal bahwa PLL itu milik petania, milik masyarakat, pemerintah hanya membina di awal untuk beberapa waktu saja, kemudian PLL dikelola oleh masyarakat sendiri sebagi lembaga perdagangan (dalam hal ini oleh KUD), sehingga masyarakat sudah menyiapkan diri untuk mengelolanya secara komersial, dan pemerintah hanya bertindak sebagai pemantau dan supervisor bila di perlukan.
PLL dirikan di pedesaan, memang pasar lelang kecil-kecil, namun keberadaannya secara langsung dinikmati oleh petani, kalau pasar lelang didirikan mendekati konsumen /industri, kenikmatan tidak langsung dinikmati oleh petani, bisa petani tidak menikmati, tetapi pedagang.
Tujuan pasar lelang diadakan untuk meningkatkan pendapatan petani melalui mewajarkan harga di pedesaan akibat adanya alternatif pasar yang terbukan dan perbaikan mutu.
Manfaat lain yang diterima petani, adalah pasar lelang menjadi tempat berinteraksinya sesama petani, saling tukar informasi, dan dapat pula digunakan oleh pihak pemerintah untuk menyampaikan pesan-pesan atau penyuluhan. Akhir-akhir ini hari lelang menjadi hari libur oleh petani untuk menyadap, sesudah lelang pergi ke pasar untuk berbelanja, mengunjungi sanak famili.
Uniknya kedua pasar lelang tersebut tidak pernah opening cermony –nya oleh petinggi negeri, karena pada awalnya dipermalumkan sebagai uji coba, sampai terbentuk sistem yang mantap, sebelum diresmikan, berjalan mulus, pembukaan dengan resmi tidak pernah dilakukan.
PLL, talah berkembang di berbagai Kabupaten di Provinsi Jambi, baik atas prakarsa Bapebti Dep Perdaganga, Pemerintah Provinsi, Pemerintah Kabupaten. Ada pula yang didirikan atas prakarsa petani dan pedagangan setempat, peran pemerintah hanya supervisi dan memberikan bantuan sebagai stimulan saja.
Pasar lelang sejenis juga telah berkembang diberbagai desa sentra produksi karet di berbagai provinsi di Indonesia, dan membuktikan sistem lelang komoditi di pedesaan telah teruji oleh zaman.
Konsep pasar lelang ini sangat relevan dengan sistem otonomi daerah, oleh sebab itu perkembanganya perlu dipacu, sejalan dengan revitalisi pertanian, khusunya karet. Pengingkatan produksi bila diikuti pewajaran harga di tingkat petani, maka akan memberikan peningkatan pendapat petani yang lebih besar. Oleh sebab itu Departemen Perdagangan Cq Bapebti dan Ditjen Perdagangan Dalam Negeri, lebih intensif mengkomunikasikan PLL, kepada Pemda-pemda Kabupaten yang mempunya produk potensial untuk di perdagangan dengan sistem lelang. Semoga. (Dasril Daniel, Jambi, 08/02/09)

Sabtu, 07 Februari 2009

REVITALISASI dan REFORMASI SEMANGAT KARET ALAM

Di Indonesia telah berkembang pertanian karet lebih dari seratus tahun, dan mejadi negara produsen terbesar, namun produksi yang besar itu tidak menjadikan Indonesia yang menguasai teknologi dan bisnis karet dunia. Apa kurangnya kita ? Kok jadi demikian.
Karet alam hampir 80 persen di gunakan untuk ban kendaraan, tetapi tidak ada merek ban Indonesia yang menglobal, karet alam digunakan untuk komponen otomotif, juga sebagian besar kita impor, karet alam di gunakan untuk kondom, tetapi belum bisa juga biscara global, termasuk sarung tangan, sepatu, bahan baku sepatu dan lain sebagainya, kita banyak industri mobil dan sepeda motor, belum ada yang kelas global. Apa kurangnya kita, apa kelebihan negara lain ? Kok jadi begini.
Kita berjuta petani karet, puluhah ribu pedagangan karet, berpuluh industri crumb rubber / eksportir karet, ratusan industri karet hilir, banyak bank, ratusan pakar karet/polimer, puluhan lembaga penelitian karet, polimer, kimia, mesin yang terkait karet. Puluhan fakultas yang terkait dengan perkaret, seperti fakultas pertania, fakultas teknologi hasil pertanian, fakultas teknik industri, fakultas teknik kimia. Apa kuranyanya kita, apa kelebihan orang?
Kita punya lembaga pemerintah yang terlibat dengan perkaretan, seperti Departemen Perdagangan, Departemen Pertanian, Departemen Perindustrian, Menteri negara Riset/ BPPT, Menteri Negara Perencanaan Pembangunan/Bappenas, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, ratusan Pemerintah daerah Provinsi, Kabupaten/Kota bersama perangkat-perangkatnya kita, apa hebatnya kita, apa kurangnya negara lain ?.
Kita banyak assosiasi, ada kelompok tani, ada Gabungan Pengusaha Karet Indonesia, Asosiasi perkebunan, asosiasi industri otomotif, ada KamarDagang dan Industri Indonesia, ada berbagai asososiasi profesi yang terkait dengan karet, apa lebinya orang, apa kurangnya kita?
Kita banyak informasi, berupa buku, bulletin, disertasi, thesis, laporan penelitian, dokumen program dan perencanaan, berapa yang bisa diaplikasi dengan baik dan benar.
Kita punya Grand strategi, punya berbagai perencaaan di berbagai lembaga baik untuk tataran nasional, daerah, lembaga, asosiasi dan lain sebagainya, apa lagi kurangnya kita, kok jadi begini, kita dikutakatik orang lain, kita jadi ayam mati dilumbung, kita miskin dalam kekayaan yang melimpah, kita lemah padahan kita punya kekuatan yang besar.
Sebanarnya kita tidak banyak kelemahan, tetapi ada, hanya sedikit yakni lupa dengan ajaran nenek moyang, yakni “filsafah sapu lidi” kita tidak pernah bersama, tidak pernah menayapu dunia perkaretan dengan sapu filsafat sapu lidi, hanya itu saja, sedikit saja.
Tinggal siapa yang jadi lidi, siapa pengikat lidi, siapa tangkai sapu, siapa yang menyapu. Tentu yang menyapu, sudah tentu yang menyapu adalah kita juga, siapa yang berperan otak, siapa yang berperan mata, siapa yang berperan kaki, siapa yang berperan kaki, dan yang utama adalah siap yang berperan “HATI atau QALBU” yang mengkobarkan semangat, menjaga kesabaran (istiqamah), konsistensi, kordinasi, integrasi semua komponen yang ada pada penyapu, yang membuat sapu bergerak menanyapu perkaretan global. Visinya kita jadi raja karet dunia, kita sejahtera dari karet, kita kaya dari karet.
Saya ingin mengambil peran dari satu filsfat sapu lidi sebisa saya, sekurangnya menjaga hati dari penyapu, “lebih hati kurang hati, karena hati kita bisa mati-matian untuk mencapai visi, saya ingin menjadi sedikit hati dalam perkaretan nasional, melalui blog ini.
Web-blog ini saya maksudkan untuk menyampaikan pikiran-pikiran saya, menghimpun informasi tenatang perkaretan yang bisa saya dapat dari media cetak, online dan lain sebagainya, dan menyebar luaskannya. Menrima tulisan dari pembaca atau pemerhati karet yang disampaikan memalui e-mail saya untuk disebarluaskan, tentu saja mengenai perkaretan dan tanggung jawab dari penulis.
Pada kesempatan saya mohon izin kepada media, yang saya ambil untuk disiarkan, tentu saja saya sebutkan sumbernya.
Semoga dengan kita mengambil bagian dari sapu lidi perkaretan Indonesia dan partisipasi anda sangat saya harapkan.
Dasril Daniel, Jambi, 07 Februari 2009
dasrildaniel@yahoo.co.id