Rabu, 11 Februari 2009

BAN ILEGAL BER-SNI BEREDAR DIPASAR

JAKARTA: Asosiasi Perusahaan Ban Indonesia (APBI) menemukan peredaran ban ilegal tanpa merek, tetapi berstiker standar nasional Indonesia (SNI) di pasar yang diduga akibat pengawasan yang lemah.

Ketua Umum APBI A. Aziz Pane mengungkapkan ban mobil tanpa merek tersebut berasal dari India dan China, sedangkan ban ilegal untuk sepeda motor masuk dari Vietnam dan Thailand.

"Volume kami belum tahu, tetapi ban tersebut masuk melalui pelabuhan kecil seperti Dumai, Jambi, dan Batam. Pengawasan di sana memang lebih longgar dibandingkan dengan di Belawan, Semarang, Surabaya, Makassar, dan Jakarta," katanya kemarin.

Aziz memperkirakan kemungkinan tanda SNI di ban ilegal tersebut dipalsukan oleh para importir ataupun eksportir dari negara asal.

Jika tidak diawasi dengan ketat, lanjutnya, produk ban ilegal ini akan semakin banyak di pasar. APBI meminta aparat berwenang mengambil tindakan untuk menghentikan penyelundupan ban ilegal dan mencegah melebarnya peredaran ban yang sudah masuk di pasar. Jika ini tidak dilakukan, konsumen dan produsen akan dirugikan.


Pasar ban nasional (unit)
Segmen 2007 2008
Pengganti 8,21 juta 8,82 juta
OEM 2,34 juta 3,4 juta
Ekspor 31,78 juta 29,95 juta
Total 42,34 juta 42,18 juta
Sumber: APBI
Aziz menjelaskan ban ilegal yang beredar pada pasar akan semakin membuat produsen ban lokal tertekan karena di saat perekonomian lesu seperti sekarang ini konsumen cenderung memilih ban dengan harga jual lebih murah, tapi kualitas tidak terjaga.

Lebih murah
"Harga jual ban ilegal tersebut lebih murah sekitar 25%, dibandingkan dengan produk lokal. Saya meyakini harga yang murah tersebut karena kualitas ban sudah kedaluwarsa," ungkapnya.
Harga ban saat ini cenderung mahal karena produsen belum bisa menurunkan harga jual. Bahkan Azizi sebelumnya mengatakan produsen ban lokal tidak akan menurunkan harga jual dalam waktu dekat karena pabrikan harus menanggung membengkaknya biaya produksi akibat kenaikan harga bahan baku.

Dalam kondisi yang menekan daya beli akibat harga yang mahal, sejumlah pedagang berupaya mengambil keuntungan dengan memasarkan ban ilegal yang kedaluwarsa. Padahal, jelas Aziz, ban seperti ini tidak akan mampu bekerja secara optimal dan usia pakainya akan lebih pendek. Kondisi ini akan membahayakan konsumen yang menggunakannya.
Untuk mengantisipasi masuknya ban ilegal, sambungnya, APBI meminta Direktorat Jenderal Bea Cukai, serta Direktur Pengawasan Barang Beredar dan Jasa Direktorat Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Departemen Perdagangan memperketat pengawasan.
Selain itu, dia meminta agar pihak kepolisian bertindak lebih tegas terhadap importir yang terbukti memasukkan ban tidak sesuai dengan ketentuan SNI.
"Saya dan pabrikan lokal berterima kasih karena pengawasan di pelabuhan besar sudah sangat baik sehingga bersih dari penyelundupan ban. Namun, di pelabuhan kecil masih ada. Dukungan dari kepolisian juga dibutuhkan dalam situasi seperti ini," ungkapnya.
Sebelumnya, pada Desember tahun lalu Departemen Perdagangan telah menemukan tujuh merek ban ilegal yang beredar di Jakarta, yakni merek Yokohama, Toyo, Michellin, Suntires, Barum, Valcone, dan Continental.
Terkait dengan krisis perekonomian, Aziz meminta para importir ban bisa bertindak memasukkan produk dari luar negeri.
"Sesuai dengan arahan Direktur Industri Kimia Hilir Departemen Perindustrian Toni Tanduk pada 6 Februari lalu, sebaiknya importir bisa menahan diri sehingga produsen ban lokal masih bisa mengisi pasar dengan produknya," katanya.

Aziz mengatakan pada tahun ini volume penjualan ban tidak akan bisa mencapai 42 juta unit, atau lebih rendah dibandingkan dengan pencapaian 2008, akibat melemahnya permintaan dari luar negeri dan pasar domestik. (22/ahmad muhibbuddin) (redaksi@bisnis.co.id)
Sumber: Bisnis Indonesia 11/02/09

Tidak ada komentar: