Minggu, 22 Maret 2009

Karet Tertahan USD1,25/Kg

Sunday, 22 March 2009
PALEMBANG (SINDO) - Kondisi pasar ekspor karet dunia masih stagnan sampai triwulan I/2009.Hal ini terlihat dari pergerakan harga jual karet yang tertahan di level USD1,20-1,25/kg.

Menurut Sekretaris Gabungan Pengusaha Karet Indonesia (Gapkindo) Sumatera Selatan (Sumsel), Awi Aman, harga jual ini masih jauh dari harapan awal USD1,35/kg. Meski sempat tercapai, namun harga kembali turun karena pembeli cenderung tak bereaksi membeli karet alam ekspor. “Harga sampai kini belum stabil karena target USD1,35/kg belum tercapai.

Memang sempat naik, tapi kemudian turun lagi sampai sekarang,” papar Awi Aman ditemui di kantornya belum lama ini. Kemungkinan, sedikitnya pembeli karet disebabkan stok yang dimiliki masih banyak. Hal ini,menurut dia,disebabkan pengurangan produksi saat krisis beberapa waktu lalu.Akibatnya,kebutuhan bahan baku menjadi tidak mendesak. Saat ini, rata-rata kebutuhan ekspor Sumsel hanya mencapai 45.000 ton/bulan. Angka ini susut jauh dari ekspor bulan-bulan normal sebanyak 50.000 ton/bulannya.

Meski begitu, beber Awi, kebijakan pengurangan ekspor yang diberlakukan pada akhir Desember 2008 lalu, dinilai belum berhasil mendongkrak harga jual karet, meski ekspor karet sudah dikurangi 18% atau 270.000 ton oleh tiga negara penghasil karet terbesar Indonesia, Malaysia dan Thailand. Saat ini, kata Awi, permintaan buyer utama karet alam dari Amerika Serikat, Eropa,China dan negara Asia masih sangat lemah. Hal ini terlihat dari catatan ekspor per bulan Sumsel yang selalu tak mencapai target. Bulan Januari 2009, misalnya.

Dari kuota ekspor yang disediakan sebanyak 45.369 ton, hanya terserap 37.792 ton saja atau 83,3%. Begitu pun pada Februari, dari kuota yang disediakan 56.725 ton, realisasi ekspor hanya sebesar 47.735 ton atau 84,15% dengan sisa stok berjumlah 25.922 ton. “Mulai April, pengurangan ekspor kita longgarkan dari 18% menjadi 12%.Walaupun belum stabil, tapi harga sudah lumayan karena sudah bertahan di atas USD1,20/kg karena semua pasar sepi, kecuali China yang masih bersemangat,” ungkap Awi menyambut baik pembatalan ketetapan Letter of Credit (LC) untuk komoditas karet.

Hanya saja, menyikapi krisis penjualan seperti ini, beberapa dari 24 anggota Gapkindo sudah melakukan pengurangan jam kerja meski tak sampai melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK). Dia optimistis, memasuki semester kedua, harga karet bisa kembali bangkit seiring membaiknya kondisi ekonomi dari negara-negara buyer utama karet. “Mudah-mudahan, April ke depan,Amerika dan Eropa sudah bangkit lagi,” harapnya.

Melihat kondisi yang demikian, Ketua Gapkindo Sumsel Alex K Eddy yakin, omzet Gapkindo bakal merosot dibanding pencapaian tahun 2008 lalu sebesar USD4,9 miliar. “Besar pendapatan itu selama ini 85% digunakan untuk pembelian bahan utama karet alam petani. Sisanya,baru biaya produksi Gapkindo dan laba. Kalau pembelian bahan menurun, laba juga ikut turun,” tukasnya. (komalasari)

Sumber : http://www.seputar-indonesia.com/edisicetak/content/view/223123/

Tidak ada komentar: