Kamis, 30 April 2009

Ekspor Karet RI Jauh di Dibawah Kuota

ITRC tidak berwenang beri sanksi


JAKARTA: Eksportir karet mengurangi volume ekspor selama kuartal I/2009 sebanyak 197.423 ton atau 170% dibandingkan dengan kesepakatan dengan tiga negara anggota ITRC sebanyak 116.000 ton.

Dengan demikian, volume ekspor selama kuartal I lebih rendah dari target sebelumnya.

Direktur Eksekutif Gabungan Pengusaha Karet Indonesia (Gapkindo) Suharto Honggokusumo mengatakan selama kuartal I/ 2009, pengurangan volume ekspor karet telah melebihi kuota yang telah disepakati oleh International Tripartite Rubber Council (ITRC).

"Kami [Gapkindo] telah mengurangi volume ekspor karet. Kalau tidak mematuhi itu [pengurangan volume ekspor], maka akan dimarahi ITRC, karena telah menjadi kesepakatan bersama," ujarnya kepada Bisnis, kemarin.

Menurut Suharto, berdasarkan kesepakatan ITRC, Indonesia dapat mengekspor karet selama semester I tahun ini sebanyak 499.459 ton, tetapi realisasi ekspor hanya 418.037 ton. Hal itu disebabkan pengurangan yang dilakukan melebihi kuota yang telah diberikan ITRC.

Indonesia, Thailand, dan Malaysia yang tergabung dalam ITRC telah membuat kesepakatan pengurangan volume ekspor karet alam selama 2009 sebesar 915.000 ton atau 16% dari total ekspor 2008.

Program pengurangan ekspor itu dimaksudkan untuk menjaga stabilitas harga.

Total pengurangan sebesar 915.000 ton terdiri dari 700.000 ton melalui skema kesepakatan ketiga negara (Agree Export Tonnage Scheme/AETS), sedangkan 215.000 ton sebagai dampak dari peremajaan pohon karet dengan penebangan karet yang dinilai telah tua dan tidak produktif lagi.

Menurut Suharto, pengurangan kuota ekspor tersebut bertujuan menyeimbangkan pasokan sehingga harga tidak jatuh dan diharapkan stabil.

Tanpa sanksi
Berbeda dengan data Gapkindo, Direktur Ekspor Produk Pertanian dan Kehutanan, Ditjen Perdagangan Luar Negeri, Departemen Perdagangan Yamanah A.C. mengatakan program pengurangan volume ekspor karet selama kuartal I terealisasi hanya 66% atau 76.560 ton.

"Harga karet kan mulai membaik. Jadi tidak masalah untuk mengekspor dalam jumlah besar. Tidak ada sanksi dari kesepakatan ITRC," ujarnya.
Menurut Yamanah, pengurangan volume dilakukan untuk menjaga agar harga tidak anjlok, sehingga saat harga mulai membaik, para eksportir agar melakukan pengapalan.

Dia menambahkan tidak ada sanksi dari kesepakatan ITRC, karena hanya bersifat imbauan dan kesadaran masing-masing negara untuk menjaga harga karet di pasar internasional tetap stabil.

Ekspor karet ketiga negara akan dikurangi sebanyak 270.000 ton atau 38,7% dari AETS selama kuartal I/2009. Kuota ekspor karet dari Indonesia dikurangi sebesar 116.000 ton selama kuartal I/2009, sedangkan Malaysia harus memangkas sebanyak 22.000 ton dan terbesar dari Thailand sebesar 132.000 ton.

Suharto tidak mengetahui realisasi pengurangan volume ekspor yang dilakukan Malaysia dan Thailand.


Harga karet saat ini, kata dia, telah mencapai US$1,58 per kg. Menurut dia, harga karet naik mulai awal bulan ini dari harga pada akhir Maret yang masih US$1,37 per kg.

Kenaikan harga minyak mentah dunia, kata dia, akan berpengaruh terhadap menguatnya harga karet di pasar internasional dan sebaliknya.

Suharto menambahkan faktor lain yang menyebabkan penguatan harga karet adalah program pengurangan volume ekspor yang dilakukan ITRC.

Suharto menilai naiknya harga karet pada pekan lalu juga terpengaruh gejolak politik Thailand sebagai produsen karet terbesar.

Gejolak politik di Thailand, katanya, dikhawatirkan mengganggu ekspor karet dari negara itu, karena negeri itu merupakan negara produsen karet terbesar.

Dirjen Perdagangan Luar Negeri Departemen Perdagangan Diah Maulida menuturkan kesepakatan ITRC tersebut merupakan instrumen yang sifatnya sementara saja, sehingga kesepakatan tersebut akan terus dikaji dengan melihat perkembangan harga karet di pasar internasional. (19) (redaksi@bisnis.co.id)
Sumber : Bisnis Indonesia

Ekspor Karet Kalsel Tetap Lesu

BANJARMASIN, SELASA - Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Provinsi Kalimantan Selatan (Kalsel), Subarjo mengungkapkan, harga ekspor karet alam nampaknya belum menggembirakan.

Hal itu terlihat dari perkembangan harga rata-rata ekspor karet alam asal Kalsel dalam tiga bulan terakhir Tahun 2009, ungkapnya.

Oleh karenanya ia memaklumi, keluhan petani karet di provinsi yang terdiri 13 Kabupaten/Kota tersebut. Karena sebelumnya harga karet alam di pasaran dunia sangat baik, kemudian menurun dan anjlok, akibat terpaan krisis ekonomi dan keuangan global pada 2008 lalu, tuturnya.

"Namun kita berharap derita petani karet jangan sampai berkepanjangan dan dalam waktu yang tidak terlalu lama mereka bisa bersemangat kembali melakoni pekerjaanya," ujar Subarjo.

Data dari Disperindag Kalsel, perkembangan harga rata-rata komoditi ekspor karet alam pada triwulan pertama 2009, per kilogramnya tercatat Januari 1,64 dolar Amerika Serikat (AS), Februari turun menjadi 1,53 dolar AS, kemudian Maret turun lagi hingga harganya cuma 0,33 dolar AS.

Volume ekspor karet alam asal Kalsel triwulan pertama 2009 tercatat Januari 1.990.275 Kg, Februari turun jadi 1.881.598 Kg, dan Maret naik lagi menjadi 3.477.260 Kg.

Sedangkan nilai ekspor karet alam Kalsel dalam periode yang sama pada triwulan pertama 2009 tercatat, Januari 3.262.395,66 dolar AS, Februari turun jadi 2.776.806,05 dolar AS, dan Maret naik menjadi 4.639.571,19 dolar AS.(antara)
Sumber: Banjarmasi Post, Selasa 28 April 2009

Senin, 27 April 2009

Tinajauan Harga Karet 27 April 2009

Pasaran: Turun. Harga turun akibat kekhawatiran terhadap penurunan permintaan.
Bahkan akhir pekan lalu, karet berjangka di Tokio sempat menyentuh 155 yen/kg akibat penguatan yen.
Namun pasaran mulai membaik akhir pekan lalu setelah tiga produsen papan atas Asia, Thailand, Indonesia dan Malaysia mengancam akan melakukan intervensi di pasar berjangka guna menyanggah harga.
Tidak hanya itu, negara-negara yang menghasilkan 70% output karet global itu berencana untuk mengurangi ekspor guna menaikkan harga.
Di Tokio, kontrak benchmark September 2009 ditutup 157,80 yen per kilo, turun dari 171,30 yen sepekan sebelumnya. Sementara kontrak Oktober yang memulai debutnya Jum’at berakhir 158,00 yen dibanding dengan harga pembukaan pagi 159,20 yen.
Di Singapura, TSR-20 Mei ditutup 144,90 sen AS/kg, turun dari 152,50 sepekan sebelumnya.
Di Thailand, STR-20 untuk Mei tercatat $1,58/kg, turun dari $1,66 Jumat sebelumnya.
Di Malaysia, SMR-20 untuk Mei ditutup $1,58/kg, turun dari $1,63
Di Indonesia, sentimen semakin tertekan oleh berita negatif tentang penutupan pabrik otomotif GM dalam jangka panjang selama libur musim panas. Lesunya permintaan karena kebanyakan konsumen sudah “well-covered” juga salah satu faktor penekan harga.
Suplai bahan olahan relatif normal. Harga bertahan dalam kisaran Rp.13.700/kg di Sumut.
SIR-20 ex Belawan diperdagangkan 68 sen AS/lb untuk Juni dan 68,50 sen untuk Juli.

Sumber : Waspada, Medan

Selasa, 21 April 2009

Ekspor Karet Sumut Turun

Senin, 20 April 2009 | 20:18 WIB
MEDAN, KOMPAS.com - Volume ekspor karet Sumatera Utara (Sumut) pada triwulan pertama tahun ini anjlok 27,46 persen dibanding periode sama tahun lalu atau tinggal 99.120 ton.


"Selain dipicu pengurangan ekspor sesuai kesepakatan tiga negara produsen Indonesia, Thailand, dan Malaysia, penurunan ekspor juga akibat krisis global dan menurunnya harga minyak mentah yang berdampak pada melemahnya permintaan karet Indonesia," kata Sekretaris Eksekutif Gabungan Perusahaan Karet Indonesia (Gapkindo) Sumut Edy Irwansyah, di Medan, Senin (20/4).


Diduga penurunan ekspor masih akan terus berlanjut dengan total sekitar 10 persen mengingat krisis masih berlanjut. "Devisa juga diperkirakan turun karena meski harga ekspor sudah mulai menguat tapi belum ke angka seperti tahun lalu," katanya.


Dia menyebutkan, harga karet SIR 20 di pasar bursa Singapura pada 17 April ditutup pada angka 1,52 dollar AS per kilogram setelah sebelumnya sempat anjlok tinggal 1,02 dolar AS per kilogram.


Harga ekspor itu masih terus berfluktuasi seperti pada Senin (20/4) yang dibuka pada harga berkisar 1,46 dollar AS hingga 1,48 dollar AS per kilogram. "Ada prediksi harga masih bisa naik lagi, tapi tidak tertutup kemungkinan tertekan. Banyak faktor yang mempengaruhi khususnya harga minyak mentah," katanya.


Eksportir karet Sumut Tjoe Min Fat, mengaku optimistis harga bisa naik terus bahkan mencapai 1,7 dollar AS per kilogram. "Harga naik karena pasokan lagi ketat dan dipicu faktor lainnya. Tapi kenaikan harga tidak langsung drastis, namun berfluktuasi," katanya.
Sumber : http://regional.kompas.com/read/xml/2009/04/20/20185914/ekspor.karet.sumut.turun

Minggu, 19 April 2009

Tinjauan Sepekan Pasaran Komoditi Internasional

………..
KA R E T
Pasaran: Tak menentu. Perdagangan ditutup tidak menentu akhir pekan lalu.
Harga berjangka di Tokio turun akibat melemahnya dukungan teknis dan melunaknya harga minyak.
Setelah gagal menembus level kunci pada tingkat 180 yen, harga kontrak patokan jatuh hingga titik terendah dalam sepekan Rabu lalu.
“Para fund manager tidak lagi melakukan pembelian setelah kegagalan harga menembus level teknis utama. Kecuali minyak naik tajam atau yen jatuh, maka karet akan sulit menembus 180 yen,” kata pedagang.
Di Tokio, kontrak benchmark September 2009 ditutup 171,30 yen per kilo, turun dari 174,30 sepekan sebelumnya.
Di Singapura, TSR-20 Mei ditutup 152,50 sen AS/kg, turun dari 156,00 sepekan sebelumnya.
Di Thailand, STR-20 untuk Mei tercatat $1,66/kg, naik dari $1,65 sepekan sebelumnya.
Di Malaysia, SMR-20 untuk Mei ditutup $1,63/kg, tidak berubah
Di Indonesia, sentimen pasar tertekan kembali kembali dengan kurangnya permintaan. Produksi salah satu pabrik pembuat ban utama Michelin di AS telah slow-down.
Namun harga bahan baku olah tetap bertahan antara Rp.13.000-13.750/kg di Sumut karena kurangnya produksi dalam musim trek.
SIR-20 ex Belawan diperdagangkan 70,50 sen AS/lb untuk Mei dan 70,75 sen untuk Juni.
…………….
Sumber: Harian Analisa Medan, 20 April 2009.

Jumat, 17 April 2009

Petani Karet Diimbau Jalin Kemitraan dengan Gapkindo

Agribisnis 01-04-2009
*herman saleh
MedanBisnis – Medan
Peran pedagang perantara (pengumpul) dalam distribusi penjulan bahan olah karet (bokar) dari petani ke pabrik dinilai sebagai pemicu rendahnya harga bokar di tingkat petani. Untuk memangkas jalur tersebut, Gabungan Pengusaha Karet Indonesia (Gapkindo) Sumut mengimbau kelompok petani maupun yang tergabung dalam koperasi menjadi mitra.


“Wadah-wadah ini kami himbau untuk menjadi anggota Gapkindo, sehingga petani bisa melakukan penjualan langsung ke pabrik dengan harga yang lebih tinggi,” kata Ketua Gapkindo Sumut, kepada MedanBisnis, Fauzi Hasballah, Selasa (31/3) di Medan.
Dikatakannya, yang sudah berjalan dengan baik sekarang ini adalah kelompok tani karet Andalan Simalungun, PT Bridgestone Indonesia, yang merupakan anggota Gapkindo. Namun demikian, katanya, keanggotaan ini masih minim, mengingat sulitnya menjalin kemitraan dengan petani.


Dicontohkannya, pabrik menetapkan harga bokar sebesar 80-85% dari harga FOB. Dengan demikian, lanjutnya, jika harga US$ 1,35 per kilogram atau setara Rp 11.750 per kg, maka harga karet kering sebesar Rp 13.480, dan seharga Rp 6.740 per kg untuk karet basah. “Sayangnya, petani sudah sangat tergantung dengan pedagang perantara,” ungkapnya mengenai kendala yang dihadapi.


Sebelumnya, Kepala Seksi Ekspor Hasil Pertanian dan Pertambangan Subdinas Perdagangan Luar Negeri (PLN) Dinas Perindustrian dan Perdagangan Sumut (Disperindagsu) Fitra Kurnia, tidak menampik adanya peran pihak ketiga dalam distribusi karet. “Pedagang pengumpul ini lah yang menetapkan harga di tingkat petani, sehingga perbedaan harga itu terus terjadi,” katanya.

Kamis, 16 April 2009

Nilai Ekspor Karet dan Sawit Kalsel Membaik

Kamis, 16 April 2009 | 13:16 WITA
BANJARBARU, KAMIS - Nilai ekspor Kalimantan Selatan (Kalsel) kini mulai membaik jika dibandingkan dengan nilai ekspor yang sempat anjlok pada saat krisis global yang terjadi September 2008 lalu.

Hal itu dikemukakan Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Kalsel, Drs. H. Subardjo disela-sela "coffee morning" jajaran pemerintah provinsi (Pemprov) setempat di Banjarbaru (32 Km utara Banjarmasin), Rabu.

Ia mengungkapkan, pada tahun 2007 nilai ekspor Kalsel mencapai tiga miliar dolar Amerdika Serikat (AS) dan 2008 menjadi empat miliar dolar AS atau meningkat sekitar 30 persen dari tahun sebelumnya.

"Krisis global membawa dampak yang sangat kuat terhadap beberapa ekspor komoditi non migas Kalsel, seperti karet alam, saat terjadi krisis harganya di pasar dunia anjlok sampai satu dolar AS/Kg. Sebelum terjadi krisi mencapai 3,2 dolar AS/Kg," ungkapnya.

Namun keadaan tersebut berangsur membaik, karena harga karet saat ini juga sudah mulai menunjukkan geliat pasar yakni 1,64 dolar AS/Kg. Keadaan serupa terhadap beberap komoditi ekspor yang juga mulai membaik, seperti dari sektor perkebunan kepala sawit, hasil bumi batu bara, dan rotan.

Ia menyatakan, krisis global ternyata tidak berpengruh keras terhadap nilai ekspor Kalsel, pasalnya tujuan pasar dunia bukan negara Amerika, melainkan negara-negara Asia seperti China, Jepang, Korea, Singapura, dan lainnya.

Selain itu, pihak Disperindag Kalsel juga terus berupaya mengembangkan usaha menengah dan kecil. Sebagai salah satu contoh, usaha pengolahan tikar purun di Kabupaten Batola Kuala (Batola) telah mendapatkan bantuan sehingga mampu meningkatkan kualitas produksinya hingga ke tingkat layak ekspor, demikian Subarjo.

Peningkatan ekspor Kalsel tersebut didominasi produk pertambangan, seperti batu bara, serta karet alam dan minyak mentak sawit (CPO). "Coffee morning" jajaran Pemprov Kalsel secara rutin dijadwalkan sepakan sekali itu, juga dihadiri unsur Muspidaq Provinsi setempat.

Sumber: http://www.banjarmasinpost.co.id/read/artikel/10336

Minggu, 12 April 2009

ANALISIS HARGA KARET ALAM

Harga karet alam sering berfluktuasi, penyebabnya bermacam-macam dan tidak sama setiap kejadian. Sering pula kita mendengan statemen dari berbagai pihak, sepertinya benar, tetapi bisa menyesatkan

Oleh : Dasril Daniel, Jambi, 12 April 2009

Seorang pengusaha untuk berinvestasi, akan selalu melakukan prakiraan atau ramalan keadaan masa depan dari usaha yang akan dimulainya. Demikian juga dengan orang yang melanjutkan usaha, setiap atahun dan setiap saat melakukan ramalan-ramalan. Demikian juga dengan petani karet yang juga pengusaha setiap saat melakukan ramalan-ramalan, sadar atau tidak sadar. Ramalan yang mereka lakukan tersebut dapat diketahui dengan pertanyaan yang terlontar dari mereka, seperti berapa harga karet dipasar saat ini ? akankah naik harga kerat minggu depan? Dan lain sebagainya.


Sisi Kebutuan dan Produk Substitusi
Ketika karet sintetis belum ditemukan dan digunakan untuk bahan baku industri ban, meramal harga karet relatif sangat mudah, karena parameter yang mempengaruhi harga kerat relatif terbatas, dan kebutuhan terhadap karet setiap tahun meningkat, sejalan produksi mobil dunia yang selalu meningkat. Dapat dipastikan harga karet akan meningkat setiap tahun, karena pertumbuhan produksi karet lebih rendah dengan pertumbuhan konsumsi ban. Kalau ada fluktuatif, hanya pengaruh musim / cuaca serta petani memacu produksi pada waktu-waktu tertentu seperti menjelang puasa atau lebaran, sehingga harga karet sedikit tertekan.

Dengan digunakan karet sintetis (berasal dari minyak bumi) harga karet alam dipengaruhi oleh harga karet sintetis. Harga karet sintetis sendiri sangat dipengaruhi oleh harga minyak bumi atau harga bahan bakar. Ketika itu harga karet alam tidak setiap tahun meningkat, malah ada yang bisa terjun bebas.

Harga minyak bumi naik, maka harga karet sintetis akan ikut naik, maka industri ban akan lebih banyak menggunakan karet alam, maka harga karet alam ikutan naik, dan begitu sebaliknya.

Kalau harga minyak bumi naik terlalu tinggi, sehingga biaya produksi menjadi tinggi, dan harga mobil baru menjadi menjadi lebih tinggi, permintaan terhadap mobil baru berkurang, kebutuhan terhada ban berkurang (satu mobil baru membutuhkan minimal 5 ban baru ditambah beberapa kg komponen karet), sehingga permintaan terhada karet tidak meningkat malah menurun.

Harga bahan bakar yang meningkat tinggi, orang akan mengurangi kendaraan pribadi, dan mengurangi perjalanan, karena kendaraan umum juga menaikan harga sewanya. Ini sangat terasa pada negara maju yang bahan bakarnya tidak disubsidi oleh pemerintah. Dampaknya akan mengurangi kebutuhan terhadap ban dan juga karet alam.

Fluktuatif harga BBM, di Indonesia, tidak terlalu berpengaruh terhadap permintaan ban karena di Indonesia orang kurang rasional dalam berkendaraan, dan BBM di subsidi oleh pemerintah. Dan orang Indonesia kurang senang menggunakan kendaraan umum masal dengan berbagai alasan seperti kurang nyaman, aman, sering mendapat perlakuan kasar dari operator atau demi gengsi.

Harga minyak bumi yang selalu relatif tinggi, lebih memicu peneliti mencari bahan bakar alternatif, maka dikembangkan bahan bakar nabati seperti biodiesel dari minyak sawit, kedele. Bio-etanol atau bio bensin dari jagung, tetes tebu dan sumber karbohidrat lainnya, sehingga harga pangan dengan harga bahan bakar saling pengaruh, dan akan mempengaruhi harga karet.


Harga produk pangan seperti sawit, kelapa, kedele, kacang, jagung, tebu, bit dan lainya sangat dipengaruhi oleh produksi, produksi dipengaruhi oleh iklim dan cuaca, pemanasan global, iklim jadi kacau, cuaca semakin sulit untuk diramal, maka parameter yang mempengaruhi semakin sulit diramal.

Pada industri besar dan listrik dikembangkan pula sumber energi dari batu bara, maka harga batu bara, secara tidak langsung akan mempengaruhi harga karet alam.

Artinya dari sisi permintaan parameter yang mempengaruhi harga karet alam semakin banyak dan semakin rumit kaitannya, dan semakin sulit meramal harga karet alam.

Dari Sisi Suplai
Produksi karet di pengaruhi oleh berbagai hal terutama di Indonesia.
Produksi karet di Indonesia dipengaruhi oleh iklim dan cuaca. Seperti diketahui tanaman karet berasal dari negara subtropis, maka di negeri asalanya ada musim rontok, di Indonesia juga karetnya menegenal musim rontok kalau di Jambi disebut “MUSIM TREK”. Pada musim rontok ini, produktivitas pohon menurun, dan dengan asumsi harga pasar luar negeri stabil, harga tingkat petani menjadi lebih baik.

Cuaca, juga mempengaruh, pada waktu hujan petani tidak bisa menyadap, karena lateks yang keluar tidak bisa ditampung, karena latek mengencer dan jatuh disekeliling batang, termasuk hujan waktu dinihari, batang masih keadaan basah. Kalau banyak turun hujan, atau pada musim hujan maka produksi karet petani menurun.

Seperti di ketahui produsen karet dunia ada di Asia Tenggara, Indonesia, Malaysia dan Thailand dengan pola iklim yang hampir sama, maka pada musim hujan suplai berkurang, harga meningkat, tetapi kenaikan harga tidak dinikmati petani karena produksi menurun. Sebaliknya pada iklim baik, masih ada turun hujan produksi akan meningkat. Sebaliknya bila kemarau panjang, pohon karet kekurangan suplai air, produksi juga menurun (kebun karet tidak ada sistem pengairan), dan harga meningkat.

Sekali lagi pemanasan global, iklim tidak menentu, meramal cuaca semakin sulit, tentu meramal produksi karet semakin sulit pula dan begitu juga meramal harga karet.

Kemudian budaya lokal juga mempengaruh produksi karet, seperti menjelang perayaan hari raya keagamaan, produksi di pacu, harga turun.
Kadang kala pada desa tertentu, karena hajatan tertentu, petani tidak menyadap berhari-hari, akan mempengaruhi produksi, karena sifatnya lokal, maka tidak akan mempengaruhi harga secara luas.

Ekspor
Industri/eksportir karet menjual karetnya dengan sistem kontrak jangka pendek, bila suatu industri / eksportir yang kontrak ekspornya hampir jatuh tempo, sedang produksinya belum tersedia, maka mereka akan membeli bahan baku atau bokar, berapa saja dengan harga tinggi jauh diatas wajar/normal, sampai kebutuhannya tercukupi, maka mereka akan membeli karet kemana saja sampai kedesa-desa atau pasar lelang karet yang ada. Maka akan terjadi lonjakan harga karet secara lokal, sporadis dan waktu singkat, tidak normal, kalau dia membeli pada pedagangan pengumpul, ini rezeki nomplok bagi pedangang, tetapi kalau mereka membeli di pasar lelang karet pedesaan ini rezeki nomplok bagi petani, asal dia pergi pasar lelang sesudah itu tidak kacau. Pada pasar lelang karet yang sudah lama berlangsung, ini dianggap rezeki besar semusim saja, dan tidak mengganggu pasar lelang.

Bagi eksportir lebih baik memebeli bahan baku dengan harga yang tinggi, dari pada cacat kontrak, kalau cacat kontrak, bisa kehilangan langganan, dan menimbulkan kerugian berkepanjangan (loss profit)

Perang
Ban dan BBM adalah bagian atau komponen alat persenjataan, maka Departemen pertahanan negara kaya, mempunyai cadangan karet, untuk mengatisipasi terjadinya perang. Ini belajar dari Perang Korea, ketika perang Korea harga karet melambung tinggi.

Tanpa ada ban kedaraan perang tidak bisa digunakan, dan kebutuhan bannya sangat besar. Dan mereka tidak mencadangkan dalam bentuk ban, tetapi dalam bentuk crumb rubber atau RSS. Pada saat-saat tertentu jadangan ini akan dilepas karet alamnya ke pasar untuk penyegaran, sehingga harga karet dunia akan kacau atau anjlok. Karena ini termasuk dalam sistem persenjataan, berapa besarnya stok, berapa besar yang akan dilepas ke pasar, kapa akan dilepas, sesuatu yang dirahasiakan oleh Departemen Keamanan tersebut, sehingga pasar terdadak.

Permainan Spikulan
Dulu pemain di pasar finansial, seperti pasar modal, obligisi, valuta adalah orang / lemabaga tertentu, sedangkan yang bermain di pasar komoditi orang tertentu pula, sekarang pemodal / spikulan yang bermain di pasar finansial, juga bermain di pasar komoditi, sehingga naik turunya harga di pasar komoditi, suka aneh-aneh, karena ada pengaruh dari pasar finansial, ini yang terjadi di harga komoditi tahun 2008, yang harga melambung-lambung tidak karukaruan, dan menjelang tahun 2009 turun pula tidak karukaruan.

Kedaan Harga Karet 2009
Harga karet tahun 2008 meningkat tajam akibat permainan spikilulan, harga minyak bumi yang sangat tinggi, tetapi harga minyak bumi dan BBM sudah turun drastis, tetapi produksi kendaran juga tidak terpacu, juga harga karet tidak begitu membaik. Karena konsumen negara maju, sudah terjebak kredit konsumtif, berapun pendapat akan digunakan untuk membayar kredit. Kemudian timbulnya kesadaran baru pada masyarakat negara maju akan mengurangi kredit konsumtif, dan beralih hidup menabung dan lebih rasional berbelanja.

Stimulus yang dilepaskan berbagai negara maju, akan berpengaruh terhadap harga karet, tetapi tidak serta-merta. Kalau dana stimulus berhasil, akan meningkatkan pendapatan masyarakatnya, tetapi secara berangsur akan meningkatkan konsumsi kendaran dan ban.

Analisis Harga Karet
Harga karet akan selalu berfluktuatif, tetapi penyebab fluktuatif itu tidak akan sama, faktor penyebab utamanya berbeda-beda, dan tidak mudah terbaca karena semakin rumitnya parameter yang mempengaruhi, oleh sebab itu perlu analisis yang mendalam, untuk mecari solusi terbaik bagi petani.

Oleh sebab itu para pakar, kritikus, komentator, birokrat dan LSM, jangan terlalu mudah membuat statement sebelum melakukan kajian yang mendalam, karena akan membuat kisruh pada petani. Karena statement tanpa kajian mendalam akan bias atau bertolak belakan dari kejadi. Sehingga solusinya juga tidak tepat.

Sabtu, 11 April 2009

Petani Dianjurkan Tanam Bibit Unggul

Palembang, Kompas - Balai Penelitian Karet Sembawa mengimbau segenap petani inti rakyat agar mewaspadai penjualan bibit karet palsu atau berkualitas rendah yang marak belakangan ini. Oleh karena itu, akan lebih baik jika petani lebih selektif dalam memilih bibit, yakni bibit unggul yang sudah diuji dan dijadikan rekomendasi klon tanaman karet.

Demikian disampaikan ahli peneliti utama Balai Penelitian Karet Sembawa, Island Boerhendhy, Kamis (9/4).

Island menegaskan bahwa imbauan tersebut disampaikan bukan untuk menakuti-nakuti, tetapi semata-mata untuk menyelamatkan nasib petani dan perkebunan karet. Di sisi lain, hal itu juga bisa menghambat perkembangan produksi di sektor perkebunan karet.

”Padahal, pemerintah tetap menetapkan produksi karet Indonesia bisa menembus 4 juta ton di 2025 mendatang. Jika produktivitas terhambat masalah bibit palsu, sulit rasanya mencapai target produksi itu,” katanya.

Klon rekomendasi
Berdasarkan rumusan lokakarya tentang pemuliaan tanaman karet, pihak Balai Penelitian Karet Sembawa sebenarnya sudah mengeluarkan dan menyosialisasikan acuan klon karet rekomendasi tahun 2006-2010. Island menjelaskan, klon ini terdiri dari dua jenis, yakni klon anjuran komersial dan klon harapan.

”Klon anjuran komersial merupakan jenis-jenis bibit yang sudah berhasil diuji dan bisa langsung digunakan oleh petani. Sedangkan klon harapan adalah jenis bibit yang punya potensi pertumbuhan yang baik, tetapi belum bisa diperoleh dalam bentuk benih bina,” katanya.

Berdasarkan data Balai Penelitian Karet Sembawa, jenis bibit dalam klon anjuran komersial ini antara lain bibit penghasil lateks (BPM 24, BPM 107, dan BPM 109), bibit penghasil lateks-kayu (IRR 32, IRR 39, IRR 42, IRR 112), dan bibit murni penghasil kayu (IRR 70, IRR 71, dan IRR 78).

Sementara jenis bibit yang masuk dalam kategori klon harapan antara lain IRR 24, IRR 33, IRR 41, IRR 54, IRR 111, IRR 141, dan IRR 144.

”Semua bibit karet ini sudah jadi rekomendasi resmi. Jadi, kecil kemungkinan petani akan gagal dan merugi,” katanya.

Ciri unggul
Island menambahkan bahwa bibit karet rekomendasi ini secara umum memiliki potensi produksi getah karet yang tinggi, di sisi lain juga memiliki sifat sekunder yang unggul, antara lain proses pertumbuhan di usia nonproduksi relatif cepat, kulit kayu tebal, lebih tahan cuaca seperti angin kencang, serta memiliki tingkat ketahanan yang baik terhadap hama penyakit.

”Ketika masih berupa bibit karet yang berusia kurang dari setahun, karet rawan terhadap penyakit gugur daun, jamur upas, dan penyakit batang,” ungkapnya. (ONI)
Sumber : Kompas, 11 April 2009

Karet Di Kabupaten Tebo

Rencana Pengembangan Kebun Karet 2009 Seluas 2.975 Ha

Sabtu, 11/04/2009
MUARA TEBO- Rencana pengembangan kebun karet untuk Kabupaten Tebo tahun 2009 ini akan dilanjutkan dengan luas total seluruhnya sebanyak 2.975 Ha, masing-masing dengan dana yang diambil dari APBD Kabupaten Tebo seluas 400 Ha, dari APBD Provinsi seluas 2.500 Ha dan dari APBN (Dana Tugas Pembantu) seluas 75 Ha.

Hal ini disampaikan oleh Bupati Tebo Drs.H.A.Majid Muas MM disela-sela acara Kunjungan Kerja Bapak Gubernur Jambi di Kabupaten Tebo dalam rangka tanam perdana program pengembangan Kebun Karet Rakyat tahun anggaran 2009 pada sabtu (04/04) lalu “Program pengembangan kebun karet ini akan terus dilanjutkan pada tahun yang akan datang baik dengan dana APBD Kabupaten Tebo, APBD Provinsi dan APBN guna menunjang pilar pembangunan salah satunya adalah ekonomi kerakyatan,” ungkap Bupati ketika itu.


Bupati menjelaskan program pengembangan kebun karet rakyat ini khusus di Kabupaten Tebo sebenarnya telah dimulai sejak tahun 2001 lalu dengan sumber dana dari APBD Kabupaten Tebo dengan luas 108 Ha, kemudian dilanjutkan tahun 2002 seluas 750 Ha, tahun 2003 seluas 895 Ha, tahun 2004 seluas 650 ha, tahun 2005 seluas 600 Ha, tahun 2007 seluas 300 Ha dan tahun 2008 seluas 660 Ha. “Untuk tahun 2006/2007 kegiatan pengembangan kebun karet ini didanai oleh APBD Provinsi seluas 2.402 Ha dan tahun 2008 seluas 400 Ha sedangkan dari APBN tahun 2008 seluas 105 Ha,” terang Bupati lagi


Sehingga Bupati menyebutkan total luas pengembangan kebun karet rakyat di Kabupaten Tebo sampai dengan tahun 2008 adalah seluas 6.870 ha yang tersebar di seluruh wilayah Desa dan Kecamatan yang ada di Kabupaten Tebo.


Bupati menambahkan kegiatan itu merupakan sebagian upaya pemerintah Provinsi Jambi dan pemkab Tebo dalam peningkatan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat di Kabupaten Tebo. “Dengan ini saya berharap agar seluruh lapisan masyarakat dapat mendukung program ini maupun program lain sehingga dapat berjalan lancar, tepat sasaran dan dapat mencapai tujuan secara optimal,” tandasnya. (infojambi.com/SUK), Sumber : infojambi.com

Petani Bangka Barat Bergairah Lagi

Sabtu, 11 April 2009
Bangka Barat, Kompas - Petani karet di Kabupaten Bangka Barat kembali bergairah memanen karena harga komoditas tersebut mulai membaik. Sebelumnya, mereka membiarkan kebun karena harga sempat anjlok.

”Dalam sebulan terakhir harga karet mulai membaik menjadi Rp 5.500 per kilogram. Sebelumnya, harga karet sempat jatuh hingga Rp 2.000. Dengan naiknya harga karet, kami kembali bergairah memanen karet,” ujar Jami’i, warga Desa Simpang Tiga, Kabupaten Bangka Baret, Babel, Rabu (8/4).

Dia mengatakan, mayoritas warga di desanya bekerja sebagai petani karet dan menjadi mata pencarian pokok untuk mencukupi kebutuhan hidup.

”Ketika harga karet jatuh hingga mencapai Rp 2.000 per kilogram, kehidupan warga menjadi sulit karena menurunnya pendapatan. Sekarang ekonomi warga mulai membaik seiring naiknya harga karet walaupun belum sampai pada level sebelum krisis ekonomi global,” ujarnya.

Menurut dia, selain bertani karet, sebagian warga juga bekerja sebagai petani sawit dan menambang timah untuk menghidupi keluarganya. ”Namun, mayoritas warga bertani karet,” ujarnya. (ANTARA/BOY)
Sumber : Kompas.

Kamis, 09 April 2009

KELOMPOK TANI

Tuhan tidak akan merubah nasib suatu “kaum” kalau kaum tersebut tidak berkeinginan untuk merubah nasibnya. Kaum disini diterjemahkan kelompok, jadi dengan berkelompok akan melipatkan kekuatan dan memepercepat gerakan karena ada penyatuan dan mengitegrasi kekuatan dan kelebihan dari anggota kelompok. Itu yang dikenal dengan filasafat “sapu lidi” pada budaya kita. Dengan satu lidi tidak ada yang bisa dibersihkan, tetapi kalau sudah menjadi sapu apa saja bisa dibersihkan, artinya lebih mudah mecapai tujuan.

Petani berkelompok memnurut pengamatan saya (bukan kajian ilmiah) dapat dibagi atas dua kelompok besar, yakni (1) kelompok tani yang timbul atas kesadaran sendiri dari suatu komunitas yang merasa ada persamaan nasib dan cita-cita dan digerakan oleh pemimpin (leader) pada kelompok tersebut, kelompok ini saya sebut Kelompok Tani Alamiah (KTA) (2) kelompok tani yang dipersamakan nasibnya oleh orang diluar komunitas tersebut, karena ada program tertentu yang akan dijalankan. Kelompok tani seperti ini berkembang semenjak ada program Bimas tahun 1968, dan terus berkembang dan menggejala sampai sekarang, baik yang digerakan oleh pemerintah, NGO, pihak perusahaan swasta dan lain sebagainya. Kelompok ini saya sebut Kelompok Tani Program (KTP). KTP ini digerakan oleh orang yang diluar komunitasnya seperti PPL, aktivis dan lain sebagainy.

Dalam perkembanggannya KTA lebih lestari, mandiri, berkembang apa lagi kalau ada sentuhan dari pihak luar kelompoknya seperti pemerintah. Namun program mereka dalam rangkan membangun kelompok belum tentu sejalan dengan program pemerintah, kalau programnya sama belum tentu program pemerintah tersebut terpenuhi persyaratannya oleh mereka. Sehingga mereka tidak diikut sertakan dalam program, atau dimodivikasi sejalan dengan program. Kelompok tani jenis ini diketahui dengan namanya “Kelompok Tani Desa …..” atau kelompok Tani (diberi nama tidak nama program).

Pada pedesaan monokultur, tidak banyak program pemerintah yang masuk, hanya satu atau dua program, tetapi pada desa polikultur, sangat banyak program yang masuk seperti pertanian pangan, perkebunan, perikanan, kehutanan, koperasi / perkreditan, PU, dan lain sebagainya, sehingga pada suatu desa banyak kelompok tani kecil-kecil sesuai dengan program yang masuk kedesa tersebut.

Kelompok tani yang berbasis program, kadang kala kelopok taninya, menghilang sesuadah program tersebut berakhir, dan akan timbul lagi kelompok tani baru kalau ada program baru. Kelompok tani ini sangat direkayasa oleh pihak yang punya program. Kelompok tani sejenis ini akan meudah diketahui dengan penamaannya, seperti kelompok peternak, kelompok tani karet, kelompok tani kerambah, kelompok tani kolam dan lain sebagainya. Karena sering hilang timbul kelompok tani ini juga dijuluki dengan dijuluki juga kelompok “tani burung merpati”. Pemimpin pada kelompok tani lebih sarat rekayasa dari yang punya program, dan bukan timbul dari kehendak anggota kelompok, kenadati ada juga terjadi hasil rekayasa sama dengan kehendak kelompok.

Masing-masing jenis kelompok ini punya kelebihan dan kekurangan, namun yang dikehendaki oleh pemerintah suatu program masuk pada suatu desa akan berlanjut terus, namun tidak mungkin pemerintah akan membantu terus pada desa tersebut, karena keterbatasan dana, personil, dan banyak desa yang akan dibangun. Dan diharapkan program yang sudah masuk tersebut akan dilestari dan dikembangkan oleh kelompok tani secara mandiri.

KTA alamaih sangat kuat hubungan dengan anggota, dan sangat familiar dengan budaya lokal dan lingkungannya. Barangkali program pemerintah yang masuk kedesa lebih fleksibel sehingga dapat diakomodasi oleh kelompok alamiah yang ada, sehingga di desa tidak bayak kelompok tani, yang ada satu kelompok tani, dengan sub kelompok yang disesuaikan dengan kebutuhan, sehingga kelompok tani bisa bergerak dengan “innerpower” yang utama, sedangkan program pemerintah hanya sebagai stimulus saja, sehingga mereka benar-benar mandiri dan tidak sangat tergantuk pada pemerintah. Pemerintah hanya membantu apa yang tidak mampu dilakukan oleh masyarakat, karena kemampuan pemerintah terbatas, kebutuhan rakyat tidak terbatas, maka dalam pebanguanan dibutuhkan partisipasi masyarakat, jangan dibunuh kemandirian masyarakat dengan membuat mereka tergantun, jangan bunuh kreatifitas yang ada pada petani di pedesaan dengan program-program yang sulit mereka lakukan, kendati tujuannya sangat baik.

Peran PPL di pedesaan menjadi berbeda, dari orang yang mengajar petani, menjadi orang yang mendampingi petani, memberikan motivasi, menciptakan kreativitas, PPL sebagai konsultan teknologi, konsultan bisnis yang kreator, motivator, inovator dan fasilitator untuk hal tertentu. Semua keputusan ada pada petani atau kelompok tani, karena ia akan menanggung semua risiko, bukan PPL. Kelompok tani alamiah lebih bisa untuk hal ini.

Ingin saya tambahkan perlu dikaji ulang kata-kata penyuluh. Kata penyuluh dari kata suluh, suluh ada alat penerang yang dibuat dari ikatan daun kelapa kering yang dibakar. Tubuhnya terbakar untuk menerangkan alam. Kita tidak ingin penyuluh sengasara untuk mencerdaskan lingkungan.

Kata-kata penyuluh mulai berkembangan semenjak adanya program bimas, program yang “dipaksakan” kepada petani. Penyuluh masih dirasasakan oleh masayarakat “orang yang memaksakan program”, “memaksakan menggunakan teknologi” . barangkali penyuluh pertanian (PPL) diganti nama, diganti citra, ditingkatkan kemampuan. Nama yang paling tepat menurut saya adalah “Konsultan Agribisnis” atau pada zaman penjajahan Belanda disebut “lanbouw konsulen”, tetapi lebih mengarah pada konsultan teknologi, sedangkan konsultan agribisnis lebih luas dari lanbouw konsulen zaman penjajahan. Pendidikan dasar PPL dari SMK pertanian, dialnjutkan D III, konsultan pertanian dengan fokus pada D III adalah ilmu komunikasi dan bisnis, karena dasar teknik pertanian di SMK sudah cukup.

Dengan kualifikasi konsultan agribisnis seperti diatas akan mampu merubah kelompok tani ilmiah. Dan akan mampu membawa kelompok tani burung merpati menjadi kelompok tani mandiri, berdaya saing tinggi , maju dan berkembang. [ Dasril Daniel ]

Rabu, 08 April 2009

Ketersediaan Bibit Karet Baru 50 Persen

Rabu, 8 April 2009 | 04:30 WIB

Jambi, Kompas - Ketersediaan bibit karet unggul untuk program peremajaan karet tahun 2009 saat ini baru mencapai 50 persen. Dari 8,25 juta bibit yang dibutuhkan, bibit karet (stum) yang telah siap disalurkan sebanyak 4,4 juta batang. Kekurangan bibit diperkirakan baru terpenuhi seluruhnya pada Oktober mendatang.

Demikian dikatakan Kepala Bidang Produksi Dinas Perkebunan Provinsi Jambi Sutrisno Anwar, Selasa (7/4).

Menurut Sutrisno, program peremajaan karet pada tahun 2009 ditrgetkan seluas 16.500 hektar. Penyediaan bibit dilakukan oleh tujuh penangkar yang tersebar di hampir seluruh kabupaten dalam Provinsi Jambi.

Tujuh penangkar tersebut masing-masing adalah PT Supin Raya, CV Lisa, Puskud NTB, Dupan, Monfori, Berkat Syukur, dan PT Vyma Karya Persada. ”Banyak dari penangkar yang kemudian menjalin kerja sama dengan petani setempat maupun penangkar lain,” ujar Sutrisno.

Delapan kabupaten akan memperoleh bantuan bibit karet untuk program peremajaan ini, masing-masing adalah Kabupaten Sarolangun 3.000 hektar, Merangin 2.500 hektar, Bungo 2.500 hektar, Tebo 2.500 hektar, Batanghari 2.500 hektar, Muaro Jambi 2.500 hektar, Tanjung Jabung Barat 500 hektar, dan Tanjung Jabung Timur 500 hektar.

Menurut dia, kelebihan bibit karet unggulan antara lain produktivitasnya tinggi. Satu hektar kebun karet bisa menghasilkan 40 kilogram getah basah per hari. ”Berbeda dengan bibit asalan yang hanya 5 kilogram per hari," ujar Sutrisno.

Di samping bibit, Dinas Perkebunan juga menyalurkan belerang sebanyak 35 kilogram untuk tiap petani yang memperoleh bantuan bibit karet. Adapun pembukaan dan pemeliharaan lahan menjadi tanggung jawab petani, termasuk pembinaan terhadap petani yang dilakukan oleh dinas perkebunan tiap kabupaten.

Pada tahun 2010 diharapkan program peremajaan karet telah mencapai 130.000 hektar. Hingga akhir tahun 2008, program ini telah mencapai 72.535 hektar, baik yang didanai dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) provinsi maupun APBD kabupaten dan kebun swadaya masyarakat.

Anggota Himpunan Kerukunan Tani Indonesia Provinsi Jambi, Alamsyah, mengatakan, tahapan pembibitan telah mencukupi untuk penyaluran tahap pertama. Sekitar 50 persen bibit siap disalurkan hingga pertengahan Mei mendatang.

Pihaknya berharap agar pendataan calon petani benar-benar dilakukan secara selektif dan tepat sehingga rencana meningkatkan kesejahteraan petani dapat benar-benar tercapai.

Untuk memenuhi kekurangan, koordinator penangkar Berkat Syukur, Firdaus, mengatakan, pihaknya harus merangkul petani melakukan pembibitan karet unggul. Upaya ini dilakukan untuk menggerakkan masyarakat sekitar menjadi penangkar dan penyedia batang bawah. (ITA)

Sumber : http://cetak.kompas.com/read/xml/2009/04/08/04304379/ketersediaan.bibit.karet.baru.50.persen

Jumat, 03 April 2009

Ekspor Karet Turun

Suharto Honggokusumo, Direktur Eksekutif Gabungan Pengusaha Karet Indonesia (Gapkindo), mengatakan baik nilai maupun volume ekspor karet periode Januari-Februari 2009 dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya turun drastis.
Nilai ekspor karet dan barang dari karet berdasarkan data BPS pada Februari tahun ini naik sebesar 10% menjadi US$290,6 juta dibandingkan dengan bulan sebelumnya US$264 juta.
Menurut Suharto, volume ekspor pada Februari tidak jauh berbeda dengan bulan sebelumnya. Kenaikan nilai tersebut, katanya, belum tentu disumbang dari karet, tetapi bisa saja dari barang dari karet.
"Volume ekspor karet pada Februari [2009] tidak jauh berbeda dengan Januari. Sepertinya tidak naik tajam," ujarnya.
Direktur Eksekutif Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Ernovian G. Ismy mengatakan secara keseluruhan pertumbuhan ekspor tekstil dan produk tekstil tahun ini mengalami penurunan dibandingkan dengan tahun sebelumnya.
Sumber : Bisnis Indonesia

Pengusaha Langgar Aturan Ekspor Karet

Petani dapat tekanan berat


JAKARTA: Gapkindo mensinyalir satu perusahaan eksportir asing melanggar ketentu?an pengurangan volume ekspor karet alam sesuai dengan kesepakatan International Tripartite Rubber Council (ITRC).
Direktur Eksekutif Gabungan Pengusaha Karet Indonesia (Gapkindo) Suharto Honggokusumo mengatakan terdapat eksportir asing yang melanggar alokasi ekspor yang sudah ditentukan. "Alasan mereka, pihaknya telah berinvestasi besar, sehingga pengurangan volume ekspor membuatnya merugi," ujarnya di Jakarta kemarin.
"Eksportir yang dimaksud tidak mau dibatasi volume ekspornya. Kami sudah menegur, tetapi tetap tidak diindahkan," katanya.
Gapkindo merupakan pihak yang ditunjuk pemerintah sebagai National Tripartite Rubber Council (NTRC) atau perwakilan ITRC Indonesia yang bertanggung jawab atas pelaksanaan ekspor dan industri karet di dalam negeri.
Dia meminta pemerintah menggunakan instrumen pengendalian ekspor karet sebagaimana yang diterapkan pada ekspor intan, menyusul adanya pelanggaran ketentuan pengurangan volume ekspor karet alam sesuai dengan kesepakatan International Tripartite Rubber Council (ITRC).
Masih lesu
Dari data Gabungan Pengusaha Karet Indonesia diketahui kondisi pasar ekspor karet dunia sampai triwulan I/2009 masih 'sepi' menyusul harga jual karet masih rendah, US$1,2-US$1,25 per kilogram. Kuota ekspor karet yang tersedia 45.369 ton hanya terserap 83,3% atau 37.792 ton, sedangkan pada Februari, dari kuota yang tersedia sebesar 56.725 ton, realisasi hanya 47.735 ton (84,1%).
Sementara itu, Sekjen Association of Natural Rubber Producing Countries (ANRPC) Djoko Said Damarjati mengatakan petani karet alam masih akan mendapatkan tekanan berat terkait dengan penurunan permintaan konsumen hingga 70%, dan menyusul rendahnya harga komoditas tersebut di pasar internasional.
Djoko menyatakan untuk mengurangai tekanan pada petani karet, maka pemerintah perlu mendorong peran industri rumah tangga yang dapat menyerap komoditas unggulan seperti karet, sawit, dan kakao.
Selain itu, katanya, pemerintah dapat memberikan bantuan berupa penyediaan bibit dan pupuk murah, dan insentif berupa kredit. "Namun, yang paling penting adalah pemerintah dapat membuka pasar di dalam negeri untuk menampung produksi karet alam ini," ujarnya.
Djoko mencontohkan Malaysia, saat ini sudah tidak lagi menggantungkan pasar ekspor untuk komoditas karet alam. Pemerintah mendorong tumbuhnya industri sarung tangan dan turunannya seperti kateter untuk diproduksi di negeri tersebut.
Dia memaparkan Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki perkebunan karet terluas di dunia, sekitar 3,2 juta hektare yang 80% di antaranya perkebunan rakyat, dan sisanya dimiliki oleh swasta.
Perusahaan perkebunan karet BS di Kabupaten Simalungun, Sumut dilaporkan menghentikan sementara produksi pabrik karetnya akibat krisis ekonomi global.
Laporan yang diterima Antara dari beberapa karyawan perusahaan perkebunan karet BS di Dolok Merangir, Simalungun, mengatakan sejak Januari 2009 operasional pabrik penggilingan karet dihentikan sementara karena permintaan impor turun.
Aktivitas pabrik karet terbesar di Simalungun yang baru take over dari PT Goodyear itu kini tampak sepi. (diena.lestari@bisnis.co.id)
Oleh Diena Lestari
Bisnis Indonesia
Sumber: http://www.bisnis.com/servlet/page?_pageid=127&_dad=portal30&_schema=PORTAL30&vnw_lang_id=2&ptopik=A29&cdate=31-MAR-2009&inw_id=664989

Kuota Ekspor Karet Belum Ditetapkan

JAKARTA: Eksportir karet tetap akan melakukan kegiatan ekspornya pada April dengan batas volume ekspor sama dengan Maret, menyusul belum ditetapkannya kuota pengurangan volume ekspor untuk kuartal II oleh International Tripartite Rubber Council (ITRC).
Direktur Eksekutif Gabungan Pengusaha Karet Indonesia (Gapkindo) Suharto Honggokusumo mengatakan pembatasan volume ekspor tersebut baru akan disesuaikan jika telah ada keputusan dari ITRC.
"Pembatasan ekspor untuk kuartal II belum diputuskan oleh ITRC. Gapkindo telah memutuskan pembatasan ekspor untuk kuartal II sama dengan pembatasan ekspor pada Maret," ujarnya pekan lalu.
Berdasarkan kesepakatan ITRC, Indonesia harus mengurangi ekspor selama kuartal I/2009 sebanyak 116.000 ton dari ekspor kuartal I 2008 dengan perbandingan volume pada Januari, Februari, dan Maret masing-masing sebesar 40%:35%: 25%.
"Karena belum ada keputusan ITRC, ekspor kuartal II akan flat seperti bulan ini [Maret], yakni 25% dari volume ekspor kuartal II/2008," kata Suharto.
Gapkindo, lanjutnya, selaku National Tripartite Rubber Council (NTRC) yang diberi tugas oleh Menteri Perdagangan untuk melaksanakan Agreed Export Tonnage Scheme (AETS) telah mendistribusikan volume pembatasan ekspor kuartal I kepada Gapkindo cabang yang selanjutnya dijabarkan dalam alokasi ekspor kepada anggota Gapkindo di seluruh Indonesia.
Menurut dia, secara nasional anggota Gapkindo telah melakukan ekspor dalam batas volume yang telah dialokasikan, dalam artian tidak melampaui batas ekspor yang telah ditetapkan ITRC.
"Namun, ada beberapa yang melanggar alokasi ekspor yang diberikan. Gapkindo atau NTRC Indonesia telah melakukan teguran kepada pelanggar," tuturnya.
Suharto menambahkan dari hasil evaluasi ITRC, AETS telah berhasil mengerem penurunan harga karet.
Sanksi pengurangan
Dirjen Perdagangan Luar Negeri Departemen Perdagangan Diah Maulida mengatakan eksportir yang melanggar ketentuan batas volume ekspor akan dikenakan sanksi pengurangan kuota pada periode berikutnya. "Kalau melanggar, pada periode berikutnya akan dikurangi."
Lebih lanjut Diah mengatakan kesepakatan tersebut [pengurangan volume ekspor] bersifat sementara saja, hingga menunggu harga karet alam di pasar internasional kembali stabil. Apabila harga karet alam telah pulih, lanjutnya, instrumen tersebut tidak diperlukan lagi.
Sementara itu, terkait wajib letter of credit (L/C), Suharto mengatakan eksportir karet dengan batas ekspor sebesar US$1 juta per pengapalan terus melakukan evaluasi dan persiapan hingga tenggat yang ditetapkan yakni 31 Agustus.
Oleh MARIA Y. BENYAMIN
Bisnis Indonesia
Sumber : http://www.bisnis.com/servlet/page?_pageid=127&_dad=portal30&_schema=PORTAL30&vnw_lang_id=2&ptopik=A04&cdate=31-MAR-2009&inw_id=665004

Jalur Pemasaran Karet Dipangkas

Monday, 30 March 2009
MEDAN(SI) – Dinas Perkebunan (Disbun) Sumut segera membentuk kelompok pemasaran karet untuk memangkas mata rantai pemasaran komoditas tersebut.

Sebagai tahap awal, pemerintah memberikan bantuan dana se-besar Rp1 miliar yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Dana ini untuk pembinaan, pendampingan dan pengawalan. Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Dinas Perkebunan (Disbun) Sumut Washington Siregar memaparkan, pembentukan kelompok ini bertujuan memutus mata rantai pemasaran sehingga pendapatan petani komoditas ini bisa meningkat.

”Dalam hal ini kami akan bekerja sama dengan Gabungan Perusahaan Karet Indonesia (Gapkindo),” ujarnya akhir pekan lalu. Kelompok pemasaran ini akan didirikan di seluruh kabupaten/kota, khususnya pada daerah sentra penghasil komoditas karet, yakni Kabupaten Labuhanbatu,Langkat, Deliserdang, Mandailingnatal,Tapanuli Selatan, Padanglawas Utara, dan Kabupaten Padanglawas.

Selama ini petani harus melalui mata rantai yang panjang untuk menjual produksi karetnya.Petani awalnya menjual kepada pedagang pengumpul,kemudian dijual lagi kepada pedagang perantara dan dipasarkan lagi kepada pedagang besar.

Harga yang ditetapkan petani kepada pedagang pengumpul tentu lebih rendah dibandingkan banderol dari pedagang perantara, sebelum akhirnya dipasarkan kepada pedagang besar. Dia menambahkan,masing-masing kelompok pemasaran itu terdiri atas 20 orang anggota.Para anggota membantu petani mendapatkan penghasilan yang lebih baik karena mereka bertugas mengumpulkan karet petani,sedangkan Gapkindo akan membeli dengan harga yang sesuai kualitas karet tersebut.

”Kelompok ini juga akan membuat nota kesepahaman atau memorandum of understanding(MoU) sebagai pegangan petani untuk mengumpulkan karet pada kelompok dan memang akan dibeli Gapkindo,” paparnya. Akibat krisis ekonomi global, harga karet terus menurun.

Saat ini harga jual karet di tingkat petani sebesar Rp6.000–7.000/kg.Dengan adanya kelompok ini diharapkan harga jual di tingkat petani dapat mencapai Rp10.000/kg. Rencana pemerintah ini ternyata mendapat sambutan positif dari Gapkindo. Ketua Gapkindo Sumut Fauzi Hasballah menyatakan, pihaknya siap bekerja sama untuk meningkatkan kesejahteraan petani karet.

”Kami siap saja bekerja sama dengan pihak pemerintah kabupaten/ kota agar petani karet tidak semakin terpuruk,terutama saat harga rendah,”tuturnya. Menurut dia,pengurangan ekspor karet sebesar 116.000 ton pada triwulan I/2009 yang dilakukan Gapkindo juga merupakan salah satu cara menguatkan kembali harga karet di pasar internasional, setelah anjlok pascamenurunnya permintaan menyusul terjadinya krisis ekonomi global.

”Jika harga (ekpor) naik, tentu harga jual di tingkat petani juga akan naik.Kami juga berupaya meningkatkan stok dengan memberikan bibit secara gratis kepada petani,” pungkasnya. (jelia amelida)


Sumber: http://www.seputar-indonesia.com/edisicetak/content/view/225102/